Tetap Upayakan Keberlanjutan Konservasi Keanekaragaman Hayati Tesso Nilo dan Riau

Sabtu, 21 Januari 2023

Taman Nasional Tesso Nilo (doc.tntessonilo.menlhk.go.id

Riautribune.com - Jelang APRIL2030, prestasi PT Riau Andalan Pulp and Paper atau RAPP hingga akhir tahun 2022 lalu dalam upaya Restorasi Ekosistem Riau hingga  Asia Pacific Rayon, tidak bisa dipandang sebelah mata.

Kontribusi APRIL Group dan RAPP dalam menyelamatkan alam sebagai bentuk restorasi dan konservasi keanekaragaman hayati, sungguh merupakan kinerja yang patut diacungkan jempol.

Salah satu contoh adalah kontribusi APRIL Group dan RAPP dalam menyelamatkan Tesso Nilo yang berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

Taman Nasional Tesso Nilo atau TNTN merupakan salah satu cagar alam dimana RAPP memiliki kontribusi yang sangat besar dalam upaya sustainibility, restorasi dan konservasi keanekaragaman hayati dan melestarikan alam.

Awal persoalan

Sebelumnya, laju kerusakan hutan di kawasan itu menjadi tidak terkendali sejak dibukanya jalan koridor PT Riau Andalan Pulp and Paper sepanjang hampir 100 kilometer tahun 2005 di daerah Ukui sampai Langgam, Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

Ribuan perambah hutan tanpa peduli dengan kondisi lingkungan, merusak paru-paru dunia lewat perambahan lahan hutan dan menggantikan dengan tanaman kelapa sawit.

Bermula hanya satu dua perambah menduduki lahan di pinggir jalan koridor, tetapi sekarang ini sedikitnya ada lima perkampungan yang berdiri, bahkan di pusat perambahan, Bukit Horas, sudah berdiri berbagai fasilitas. 

Faktanya, di lokasi Bukit Horas tampak semakin ramai, dimana denyut kehidupan di lokasi yang pada tahun 2005 lalu masih berupa hutan belantara, semakin menggeliat pada akhir November 2008.

Bukit Horas jelas bukan desa tertinggal, karena dibuktikan dengan penduduknya yang rata-rata mapan untuk golongan masyarakat bawah, karena satu keluarga yang tinggal di desa Bukit Horas, memiliki sedikitnya dua hektar kebun kelapa sawit bahkan bisa lebih lagi.

Lalu lintas kendaraan dari dan menuju desa itu semakin padat yang dibuktikan dengan kesibukan di penyeberangan Sungai Langgam menggunakan ponton milik RAPP yang dipadati kendaraan pribadi atau kendaraan niaga yang akan menuju atau meninggalkan Bukit Horas.

Wilayah yang kini menjadi pemukiman warga desa Bukit Horas, tidak ada pemandangan apa-apa di kawasan tersebut selain kelapa sawit dan kelapa sawit sejauh mata memandang. 

Sejak tahun 2000, laju kerusakan yang semakin besar di kawasan hutan yang dibelah oleh dua sungai besar, yakni Sungai Tesso dan Sungai Nilo, semakin besar.

Sejumlah komponen mengusulkan perubahan fungsi hutan produksi menjadi sebuah taman nasional, apalagi di kawasan hutan dataran rendah itu terdapat populasi gajah terbesar di Riau.

Mulanya Gubernur Riau Rusli Zainal mengusulkan taman nasional seluas 153.000 hektar, tetapi Menteri Kehutanan pada 19 Juli 2004 hanya memberikan areal 38.576 hektar untuk sebuah taman nasional yang sebagian besar berasal dari eks HPH PT Dwimarta. 

Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan daratan rendah yang masih tersisa di Pulau Sumatera.

Tahun 2001, penelitian Centre of Biodiversity Management yang telah melakukan survei pada 1.800 plot hutan tropis di seluruh dunia menyebutkan, Tesso Nilo memiliki keragaman hayati tertinggi di dunia dan menemukan 218 spesies tumbuhan dalam petak ukur 200 meter persegi. 

Penelitian LIPI juga menyebutkan, Tesso Nilo memiliki indeks keanekaragaman hayati tertinggi di seluruh hutan Sumatera yang ternyata, Tesso Nilo merupakan habitat utama gajah sumatera di Riau.

Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional melalui perubahan fungsi dari Hutan Produksi Terbatas seluas  83.068 hektar oleh Kementerian Kehutanan dengan tahap pertama berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 seluas  38.576 hektar.

Tahap berikutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Oktober 2009 seluas + 44.492 hektar, dimana kawasan TNTN berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

Melalui anak perusahaannya di Indonesia, APRIL Group mulai mengembangkan keberlanjutan perkebunan di Provinsi Riau, Sumatra dan membangun pabrik di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan dari tahun 1993. 

Pada saat itu, Kerinci adalah rumah bagi 200 kepala keluarga saja yang kemudian populasi ini tumbuh menjadi lebih dari 200.000 jiwa pada tahun 2010 karena pengembangan dan diversifikasi bisnis APRIL Group yang mengubah Pangkalan Kerinci menjadi pusat sosial dan komersial daerah di provinsi tersebut.

APRIL Group memulai produksi bubur kertas komersial pada tahun 1995, diikuti oleh produksi kertas komersial pada tahun 1998.

Pertumbuhan wilayah ini mencerminkan pertumbuhan operasional APRIL Group di Indonesia, dengan pembentukan Kabupaten Pelalawan pada tahun 1999 dan kemudian kota Pangkalan Kerinci pada tahun 2001 kemudian memungkinkannya dibagi menjadi tiga wilayah pada tahun 2005.

Pada tahun 2010, kegiatan operasional kehutanan APRIL Group memberikan kontribusi sebesar 6,9 persen pada total perekonomian Provinsi Riau dan telah menciptakan sekitar 90.000 lapangan kerja secara tidak langsung bagi masyarakat.

APRIL Group juga berkontribusi terhadap pemberian akses yang lebih baik pada pendidikan dan dukungan sosial di berbagai bidang seperti perawatan kesehatan dan perumahan.

Secara keberlanjutan, APRIL Group telah membantu meningkatkan standar hidup dan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 30 persen.

Menyadari pentingnya pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pendekatan jangka panjang untuk bisnis yang berkelanjutan, APRIL Group juga meluncurkan serangkaian inisiatif pembangunan ekonomi untuk membantu pengembangan pengusaha lokal berskala kecil dan menengah (UKM).

Pada tahun 2002, APRIL Group menerapkan sistem legalitas kayu secara menyeluruh untuk mencegah kayu ilegal memasuki rantai pasokan dan produksi. 

Sistem tersebut memverifikasi dan melacak kayu dari perkebunan serat perusahaan sampai ke pabrik. 

APRIL Group juga berkolaborasi dengan World Wildlife Fund (WWF) untuk mengatasi pembalakan liar serta restorasi ekosistem Riau di Tesso Nilo dan menandatangani moratorium pembangunan jalan lebih lanjut dan konservasi serta pengembangan perkebunan Akasia di kawasan Tesso Nilo. 

Pada tahun yang sama, APRIL Group meraih sertifikasi ISO 14001 untuk semua perkebunan serat serta pabrik pulp dan kertas atas Asia Pasific Rayon.

Activities at the Tesso Nilo National Park guard post

Pada tahun 2003, satu dekade setelah perusahaan didirikan, APRIL Group menerbitkan Laporan Berkelanjutan perusahaan yang pertama, berisikan inisiatif pengembangan masyarakat beserta komitmennya dalam keberlanjutan operasional kehutanan yang berkelanjutan.

Pada tahun yang sama, APRIL Group mendirikan cabang di Guangzhou untuk mendukung perkembangan operasional perusahaan di Tiongkok.

Pada tahun 2005, APRIL Group memperkenalkan sistem penilaian atas Nilai Konservasi Tinggi (HCV) secara sukarela di daerah konsesinya untuk perencanaan penggunaan lahan. 

Kebijakan ini memberikan solusi praktis dan bertanggung jawab terhadap tantangan penggundulan hutan dan degradasi.

APRIL Group juga mendirikan APRIL Learning Institute dan memperoleh peringkat yang layak (Green Proper Rating) untuk kinerja lingkungan pabrik serta Penghargaan Bendera Emas & Bebas Kecelakaan (Golden Flag Choice & Zero Accident Award) untuk manajemen kesehatan dan keselamatan pabrik dari Pemerintah Indonesia.

Pada tahun 2006, APRIL Group ikut menjadi salah satu penandatangan Prinsip-Prinsip Perjanjian Global PBB.

Di tahun yang sama, RAPP selaku anak perusahaan dari APRIL Group, disertifikasi untuk Pengelolaan Hutan Tanaman Berkelanjutan berdasarkan standar Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).

APRIL berhasil mendapatkan sertifikasi kembali di bawah SPFM-LEI pada tahun 2011 untuk lima tahun kedepan.

Pada tahun 2007, APRIL Group menjadi yang pertama dan satu-satunya perusahaan Indonesia yang diakui Dewan Bisnis Dunia untuk Pengembangan yang Berkelanjutan (WBCSD).

Tahun 2008 penyelesaian Pulp Line 3 menjadikan Riau rumah untuk pabrik pulp dan kertas terintegrasi terbesar di dunia, dengan kapasitas produksi 2,8 juta ton per tahun.

Sejak 2010, fasilitas produksi APRIL Group telah disertifikasi oleh Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) pada sisi standar Chains of Custody, yang memastikan bahwa semua bahan baku yang masuk ke pabrik dipasok dari sumber-sumber resmi dan tidak bermasalah.

APRIL Group juga memperoleh sertifikasi dari Label Penghijauan Hong Kong (Hong Kong Green Label) untuk produk PaperOneTM pada tahun 2010.

Pada bulan Oktober 2011, RAPP selaku anak perusahaan APRIL, berhasil disertifikasi oleh standar dari Bureau Veritas untuk Asal dan Legalitas Kayu (OLB).

RAPP merupakan perusahaan perkebunan Asia pertama di industry yang menerima sertifikasi ini.

Standar OLB APRIL Group untuk sertifikasi perusahaan kehutanan mencakup kegiatan kehutanan dan fasilitas produksi. Mitra pemasok untuk RAPP juga berhasil lulus audit berdasarkan standar ‘Chain of Custody-Acceptable Wood' dari OLB.

APRIL Group meluncurkan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan pada bulan Januari 2014 yang menggarisbawahi komitmen APRIL Group untuk menyeimbangkan kebutuhan dalam menyelamatkan lingkungan dan mengutamakan kepentingan masyarakat setempat, dengan tetap menjalankan bisnis yang berkelanjutan.

Chart of the progress of APRIL Group's efforts to restore biodiversity (doc. aprilasia.com)

Komite Penasehat Pemangku Kepentingan independen juga diperkenalkan untuk memastikan transparansi dan pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan dan restorasi keanekaragaman hayati.

Pada bulan Juni 2015, APRIL Group mengembangkan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan sesuai dengan masukan dari SAC dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.

APRIL Group juga memperkuat upaya perlindungan hutan dan komitmen konservasi termasuk penghapusan deforestasai dari rantai suplai dan penambahan aspek penilaian terhadap Persediaan Karbon yang Tinggi.***

 

Penulis : Reynold Untung Manurung (Riautribune.com)