Dokter Ahli Paru ini Sebut Pengisap Fave akan Rasakan Dampak Negatif 10 Tahun Mendatang

Ahad, 15 Januari 2023

Ilustrasi/net

JAKARTA, Riautribune.com - Banyak yang beranggapan, daripada kecanduan rokok yang memiliki banyak resiko bagi kesehatan, lebih baik mengisap rokok elektrik atau Fave. Namun benarkah anggapan tersebut?

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) menyebut, rokok elektrik atau vape tidak lebih baik dari rokok konvensional karena vape juga mengandung nikotin dan sejumlah kandungan lainnya yang menimbulkan dampak buruk pada tubuh. 

Menurutnya, dampak vape seperti gangguan pernapasan hingga meningkatnya adiksi secara luas akan terasa 10-20 tahun ke depan. "Vape itu memang banyak orang menganggap lebih aman dari rokok konvensional tetapi masyarakat itu tidak memahami betul bahwa vape dan rokok konvensional itu ada persamaannya dan persamaannya itulah bisa menunjukkan bahaya kesehatannya itu," kata Agus.

Dijelaskan,  ada tiga hal persamaannya, yang pertama adalah sama-sama mengandung nikotin jadi baik rokok ataupun vape ini sama-sama ada kandungan nikotinnya yang dapat menyebabkan terjadi adiksi ketagihan yang berdampak juga pada masalah-masalah psikologis karena berkaitan dengan ketagihan atau adiksi.

Selain adiksi atau kecanduan, persamaan lain antara vape dan rokok konvensional juga terletak pada kandungan karsinogen yang menyebabkan kanker. Agus membenarkan bahwa vape tidak mengandung tar sebagaimana rokok konvensional. Namun, karsinogen pada rokok elektronik ini terdapat dalam cairan vape yang mengandung logam berat.

Adapun kesamaan lain antara vape dan rokok konvensional yaitu sama-sama mengandung komponen bahan yang bersifat iritatif sehingga merangsang terjadinya inflamasi atau peradangan. "Hal itulah yang kemudian menyebabkan terjadinya berbagai penyakit, terutama pada saluran nafas seperti penyakit paru, asma dan berbagai resiko inflamasi sistemik pada penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah," ujar dr Agus dalam wawancara via zoom bersama tim BTV, Sabtu (14/1/2023).

Sebagai Ketua PDPI, Agus mengatakan, berdasarkan laporan kasus penelitian lain, serta pengalaman selama praktik ditemukan bahwa vape cenderung mengakibatkan iritasi serta bronkitis.

"Nah kita sendiri belum pernah melakukan pendataan ya secara nasional tetapi case report atau laporan kasus dari yang muncul dari teman-teman yang sering membuat kegiatan pertemuan ilmiah itu beberapa hasil dilaporkannya, saya sendiri juga menemukan kasus-kasus pasien dalam praktek saya beberapa kasus yang terjadi adalah pada penyakit paru itu kan bisa menyebabkan bisa terjadinya iritasi yang pada akhirnya bisa menyebabkan keluhan pernafasan yang lebih tinggi seperti bronkitis," papar Agus.

Sebagai dokter spesialis paru, dr Agus mengatakan, sekitar 10 tahun terakhir terjadi peningkatan pengguna vape di kalangan remaja sebanyak 10%. Angka tersebut cukup signifikan dan dikhawatirkan dampaknya dapat meledak di 10 sampai 20 tahun mendatang.

"Akan mulai muncul penyakit-penyakit yang terjadi dengan vape itu sendiri fenomena ini sendiri diprediksi akan terjadi ledakan mungkin dalam 10 atau 20 tahun lagi kalau kita tidak bisa mengontrol penggunaan rokok elektronik karena seperti saat munculnya rokok itu kan ledakannya terjadi setelah 30 tahun kemudian," ucapnya.

Dirinya mengatakan bahwa penggunaan vape sama sama berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu, dirinya meminta agar masyarakat berhenti menggunakan rokok elektrik maupun rokok konvensional karena dapat merusak tubuh khususnya paru-paru.

"Paru kita diciptakan oleh Yang Maha Kuasa itu untuk menghirup udara yang bersih bukan untuk membersihkan udara yang kotor. Rokok elektronik termasuk rokok konvensional itu apabila dihirup akan memasukkan bahan-bahan yang berbahaya buat paru-paru dan juga untuk kesehatan organ lainnya, jadi jangan gunakan untuk kesehatan kita di masa yang akan datang," papar dokter spesialis paru, Agus Dwi Susanto.***