Ada Celah Politik Uang di UU Pilkada, Ketua DPR: Silakan KPU Buat Aturan

Jumat, 03 Juni 2016

internet

JAKARTA - riautribune : Revisi Undang-undang tentang Pilkada yang kemarin disahkan menjadi UU oleh DPR ternyata membuka peluang terjadinya politik uang. Ketua DPR Ade Komarudin mempersilakan KPU menyusun aturan yang lebih rinci soal politik uang tersebut.

"Yang masih perlu peraturan lebih lanjut, tugas KPU adalah untuk melengkapi lebih detil. Soal politik uang, buatlah peraturan KPU dan Bawaslu yang lebih detil," kata pria yang akrab disapa Akom ini di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (3/6/2016).

"Tentu peraturan tidak bisa berlawanan dengan UU," sambungnya. Revisi UU Pilkada disahkan pada paripurna DPR, Kamis (2/6) kemarin. Bila ada yang tidak puas dengan aturan tersebut, dipersilakan untuk mengajukan judicial review.

Namun, Akom mengingatkan bahwa tentunya partai politik tidak bisa menggugat UU itu sendiri. Hanya saja, bisa saja niat menggugat itu disampaikan lewat pihak lain.

"Jadi MK harus peka juga, berasal dari mana yang mengajukan. Kalau masyarakat pada umumnya yang tidak terlibat parpol mau Judicial review ya silakan," ujar politikus Golkar ini.

Di revisi UU Pilkada, meski sanksinya jadi lebih tegas, pengkategorian politik uang ternyata lebih longgar. Uang makan dan uang transpor yang diberikan calon ke peserta kampanye ternyata tidak dianggap sebagai politik uang.

Jumlahnya uang makan dan transpor pun tidak diatur di dalam UU. Hanya disebut agar sesuai kewajaran.

"Yang tidak termasuk 'memberikan uang atau materi lainnya' meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transpor peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye saat pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan peraturan KPU," demikian bunyi penjelasan dari pasal 73 ayat 1 Revisi UU Pilkada.(dtk/rt)