Samade Dukung Langkah Gubernur Surati Kementerian Soal Harga Pupuk Tinggi

Sabtu, 20 Agustus 2022

Karmila Sari

PEKANBARU, Riautribune.com - Ketua Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade) Riau, Karmila Sari, mengapresiasi langkah yang diambil oleh Gubernur Riau, Syamsuar, menyurati Kementerian Pertanian, terkait keluhan para petani.

Sebagai informasi, larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang diberlakukan pemerintah beberapa waktu lalu memang membuat para petani mengeluh, karena terjadi penurunan harga. 

Meski kran ekspor sudah dibuka kembali, namun harga buah sawit masih di angka Rp 1.500an. Di sisi lain, harga pupuk terus menjadi keluhan karena harganya yang sangat tinggi.

"Harga pupuk tinggi, banyak petani yang mengurangi pemakaian pupuk, akibatnya hasil produksi tak terlalu baik. Para petani tentu mau hasil produksinya bagus, tapi harga pupuk menjadi kendala," kata Wakil Ketua Komisi V DPRD Riau ini, Sabtu (20/8/2022).

Tidak hanya Samade, ujar Karmila, semua asosiasi sawit sudah menyuarakan keluhan harga pupuk tinggi ini. Sebab, ini sangat memengaruhi kondisi ekonomi masyarakat, terutama Riau yang selama ini menopangkan ekonomi pada industri kelapa sawit.

"Kita khawatir kemiskinan akan meningkat, karena pengeluaran dan pendapatan tak seimbang. Kondisi sekarang BBM kan sudah naik, gas juga naik, semua kebutuhan hidup naik. Makanya, perlu perhatian dari pemerintah pusat untuk menjamin kesejahteraan para petani," jelas politisi Partai Golkar ini.

Karena kesejahteraan petani sangat bergantung pada pemasukan mereka dalam menjalankan kegiatan usaha sawit. Jika harga pupuk masih tinggi, maka petani tidak akan sejahtera.

"Makanya kita sangat apresiasi sekali langkah pak gubernur yang sudah menyampaikan hal ini kepada kementerian. Karena ini muaranya ke kualitas hidup masyarakat, kalau kesejahteraan masyarakat bagus, kriminalitas pasti menurun, artinya stabilitas negara akan membaik," tutupnya.

Adapun, dalam surat dengan nomor: 526/DISBUN/3686, dengan hal peninjauan harga pupuk untuk perkebunan kelapa sawit ini ditandatangani Gubri pada Kamis (11/8/22).

Dalam surat tersebut Syamsuar menyampaikan kepada Mentan terkait kondisi masih rendahnya harga TBS pekebun kelapa sawit berapa bulan terakhir sejak adanya larangan ekspor CPO di Indonesia pada umumnya dan di Provinsi Riau khususnya. 

“Di samping itu juga perkebunan kelapa sawit dihadapkan pada kondisi tingginya harga pupuk, sementara pupuk bersubsidi tidak ada lagi bagi petani sawit untuk mendukung peningkatan produksi kelapa sawit di kebun petani,” kata Syamsuar, Jumat (12/8/2022).

Poin-poin yang disampaikan Syamsuar dalam surat untuk Mentan itu adalah pertama, tingginya harga pupuk saat ini menjadi bahan yang cukup berat bagi perkebun kelapa sawit di tengah kondisi masih relatif rendahnya harga jual TBS. 

Kedua, terbatasnya daya beli pekebun kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan pupuk akan berdampak tidak terpenuhinya standar pembukuan pemupukan untuk budidaya kelapa sawit di tingkat perkebunan.

Ketiga, saat ini tidak ada lagi kebijakan pemberi pupuk bersubsidi kepada petani sawit. Ke empat, dampak lanjutan akibat tidak dilakukannya pemupukan, akan menurunkan produksi TBS yang selanjutnya tentu akan berdampak pada penurunan pendapatan pekebun kelapa sawit dan pada akhirnya akan menyebabkan naiknya angka kemiskinan.

"Dengan memperhatikan kondisi sebagaimana akan melaporkan diatas, bersama ini kami sampaikan permohonan kepada bapak menteri untuk dapat mempertimbangkan upaya-upaya untuk menurunkan harga pupuk di tingkat pekebun kelapa sawit atau adanya kebijakan pupuk bersubsidi yang diberikan juga kepada petani sawit," ucap Syamsuar.***