Curhat Ibu Siswi Dipaksa Berhijab: Kembalikan Anak Saya seperti Dulu

Kamis, 04 Agustus 2022

YOGYAKARTA, Riautribune.com - HA, ibu dari siswi kelas X SMAN 1 Banguntapan Bantul yang mengaku dipaksa memakai jilbab oleh sekolahnya, merasa terpukul dengan apa yang kini dialami putrinya.
Ibu warga Kota Yogyakarta itu mengaku merasa sedih disertai trauma mengetahui putrinya tengah berhadapan dengan dampak dari memperjuangkan hak dan prinsipnya.

Bagi kedua orang tuanya, siswi tersebut bukan anak lemah atau bermasalah. Dia adalah atlit sepatu roda yang terbiasa dengan tekanan. Putri HA diterima di SMAN 1 Banguntapan sesuai prosedur.

"Pada Selasa, 26 Juli 2022, anak saya menelepon, tanpa suara, hanya terdengar tangisan. Setelahnya baru terbaca WhatsApp, 'Mama aku mau pulang, aku ga mau di sini'," tulis HA dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (3/8) malam.

"Ibu mana yang tidak sedih baca pesan begitu? Ayahnya memberitahu, dari informasi guru, bahwa anak kami sudah satu jam lebih berada di kamar mandi sekolah," lanjutnya.

Sesaat setelah mengetahui hal itu, HA segera menjemput putrinya di sekolah. Setibanya, dia mendapati putrinya sudah berada di ruang Unit Kesehatan Sekolah dalam kondisi lemas.

"Dia hanya memeluk saya, tanpa berkata satu patah kata pun. Hanya air mata yang mewakili perasaannya," ungkapnya.

HA mengungkap, awal sekolah putrinya pernah bercerita jika siswi SMAN 1 Banguntapan 'diwajibkan' mengenakan jilbab, rok serta baju berlengan panjang.

Putri HA memberikan penjelasannya kepada sekolah, termasuk wali kelas dan guru Bimbingan Penyuluhan (BP) bahwa dia tidak bersedia mengenakan jilbab. Namun, anaknya itu terus menerus dipertanyakan alasan mengapa tak mau berhijab.

"Dalam ruang Bimbingan Penyuluhan, seorang guru menaruh sepotong jilbab di kepala anak saya. Ini bukan "tutorial jilbab" karena anak saya tak pernah minta diberi tutorial. Ini adalah pemaksaan," tegasnya.

HA sendiri mengaku dirinya juga berjilbab. Namun, ia mengklaim bisa menghargai keputusan dan prinsip putrinya. Dia berpendapat setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri.

"Saya berpendapat setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri," ucapnya.

HA kini mendesak SMAN 1 Banguntapan, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bertanggungjawab atas kondisi putrinya yang sekarang mengalami trauma hingga membutuhkan bantuan psikolog.

"Kembalikan anak saya seperti sediakala," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) melaporkan salah seorang siswi kelas X SMAN 1 Banguntapan Bantul, DIY yang mengalami depresi berat karena dipaksa mengenakan hijab ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pertengahan Juli 2022 lalu.

Siswi berusia 16 tahun itu disebut mengalami trauma usai salah seorang guru BK memakaikan jilbab kepadanya secara paksa. Dia disebut sampai menangis di toilet satu jam lamanya setelah kejadian itu.

Siswi itu sempat mengurung diri di kamar rumahnya dan enggan berbicara dengan orang tuanya. Tanggal 25 Juli lalu, siswi itu pingsan ketika mengikuti upacara bendera. Sampai hari ini, yang bersangkutan belum mau kembali ke sekolah.

Tim Disdikpora mengklaim telah memeriksa dua guru BK dan Kepala SMAN 1 Banguntapan. Hasil pemeriksaan, guru BK mengaku hanya menawarkan untuk mengajari mengenakan jilbab.

Guru BK tersebut mengklaim menawarkan tanpa memaksa dan siswi yang bersangkutan mengiyakan. Sementara, kepala sekolah menampik ada aturan wajib berhijab bagi siswi di satuan pendidikan tersebut.

Disdikpora DIY sendiri sejauh ini belum bisa mengorek keterangan atau mengkroscek hasil pemeriksaan pihak sekolah dengan siswi bersangkutan.

Belakangan sebanyak tiga guru dan kepala SMAN 1 Banguntapan Bantul dinonaktifkan dari ketugasannya buntut peristiwa tersebut.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, penonaktifan ini seiring penyelidikan yang masih berjalan oleh Disdikpora perihal dugaan pemaksaan jilbab dan jual beli seragam di SMAN 1 Banguntapan.

"Satu kepala sekolah, tiga guru saya bebaskan dari jabatannya. Tidak boleh ngajar dulu sampai nanti ada kepastian," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Kamis (4/8).

Meski pemeriksaan masih bergulir, Sultan menekankan bahwa pemaksaan pemakaian jilbab oleh tenaga pendidik kepada siswi tak semestinya terjadi di sekolah pemerintah.

Sultan mengacu pada Permendikbud NomorNomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Di mana tidak ada kewajiban model pakaian kekhususan agama tertentu menjadi pakaian seragam sekolah.