DPR: MA Bisa Pecat Nurhadi jika Lakukan Pelanggaran

Jumat, 27 Mei 2016

ilustrasi internet

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut keterlibatan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurracham dalam kasus dugaan suap pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Nurhadi sendiri telah diperiksa KPK.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengatakan, jika MA dapat mempertimbangkan untuk menonaktifkan atau bahkan langsung diberhentikan. Asalkan, lanjut dia, kesalahan yang dilakukannya sesuai dengan peraturan kedisiplinan soal Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Pak Nurhadi itu kan PNS, ada aturan tentang disiplin PNS ada di situ PP-nya dilihat di situ saja. Aturannya seperti apa, misalnya soal presensi ketidakhadiran, sudah memenuhi ketentuan apa belum, kalau sudah penuhi ketentuan di peraturan itu mestinya Ketua MA lakukan penindakan," ujar Arsul, Jumat (27/5/2016).

Politikus PPP itu mengigatkan, untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah terkait kasus korupsi yang diduga menjerat Nurhadi. Meski demikian, Arsul berharap, MA membantu KPK untuk mengusut kasus ini guna membersihkan lembaga peradilan dari praktik rasuah.

"Kita berharap karena memang KPK itu punya mandat pemberantasan korupsi yang kuat, harusnya MA bantu sepenuhnya," tegas dia.

Menurut Asrul, salah satu langkah yang perlu diambil MA dalam membantu lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo Cs itu yakni dengan menghadirkan Royani di hadapan penyidik. Pasalnya, dalam dua kali panggilan, sopir Nurhadi itu selalu mangkir.

"Seperti soal Royani itu kan MA harus juga bantu mencari dan menghadirkannya. Bersama KPK dan MA buat tim mencari orang itu karena keterangan diperlukan penyidik," tutur Arsul.

Nurhadi sendiri telah diminta KPK untuk dicegah berpergian ke luar negeri dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Tak hanya itu, kantornya di MA dan kediamannya telah digeledah KPK. Dari penggeledahan itu, ditemukan uang sebesar Rp1,7 miliar dengan pecahan yang berbeda.

Seperti diketahui, dalam perkara ini KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap pendaftaran PK di PN Jakarta Pusat. Mereka yakni Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat, Edy Nasution dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Ariyanto Supeno.

Suap tersebut diberikan terkait pengamanan perkara di PN Jakarta Pusat. Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp500 juta. Pada saat ditangkap, KPK menemukan uang Rp50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp100 juta.(okz/rt)