Efek Berantai Ekspor CPO Seret: Tangki Penuh dan Harga Sawit Petani Jeblok

Senin, 11 Juli 2022

JAKARTA, Riautribune.com - Kondisi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) masih seret. Hal ini menyebabkan tangki penyimpanan CPO di berbagai wilayah, khususnya di Sumatera dan Kalimantan penuh.

Di sisi lain, pemerintah sudah berupaya membuka kembali ekspor CPO dan produk turunannya sebagai salah satu upaya untuk menaikkan harga beli tandan buah segar (TBS) sawit petani yang masih rendah. Meski demikian, hingga saat ini belum ada kemajuan yang berarti.

Juru bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Kalimantan Timur Azmal Ridwan mengatakan, penyebab dari tangki yang penuh itu adalah pabrik kelapa sawit (PKS) kesulitan menjual CPO karena ekspor yang masih tersendat.

"Tiga hari sampai lima hari lagi kalau dibiarkan (tangki penyimpanan CPO) penuh. Itu masalah kita sekarang," kata Azmal dalam keterangannya, Jumat (8/7/2022).

Di sisi lain, kondisi ini menimbulkan dilema bagi para perusahaan CPO. Pasalnya, kalau produksi dilakukan normal seperti biasanya, tangki akan cepat penuh, dan jika sudah penuh, otomatis produksi dihentikan.

"Karyawan tidak bekerja, tapi tetap kita gaji. Karena bukan dia yang tidak bekerja, tapi kerjaannya yang kita setop," katanya.

Oleh sebab itu, sembari menunggu CPO terjual, Azmal mengatakan pihak perusahaan sawit terpaksa mengurangi produksi CPO. Caranya, dengan mengatur jadwal panen TBS yang normalnya 7-8 hari sekali menjadi 12 hari.

"Periode panen biasanya 8 hari, sekarang terpaksa 12 hari. Kalau kita genjot seperti biasa, begitu jadi CPO, tangkinya gak muat," kata Azmal.

Namun demikian, cara ini menimbulkan masalah baru yang berdampak pada kualitas TBS. Di mana, tingkat keasaman menjadi salah satu syarat kualitas CPO.

"Kalau 7-8 hari itu TBS masaknya normal. Tapi Kalau 12 hari, masaknya lebih. Bukan busuk sih, tapi masaknya lebih dan ini berpengaruh pada tingkat keasaman CPO yang meningkat," ujar Azmal.

"Kalau tingkat keasaman CPO-nya tinggi, maka harga CPO-nya anjlok. Jadi pengaruhnya besar terhadap harga," tambahnya.

Sementara itu, kondisi penuhnya tangki-tangki CPO menyebabkan banyak PKS memilih untuk menurunkan jumlah produksi atau bahkan membeli TBS dengan harga rendah. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah telah memberikan himbauan kepada para pelaku usaha untuk harga TBS paling sedikit seharga Rp 1.600/kg.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat berdialog bersama para petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) yang dilaksanakan di Desa Merak Batin, Lampung Selatan pada Sabtu (9/7/2022).

"Kami berdialog dengan petani sawit mengenai apa saja permasalahan yang ada. Kami juga menyampaikan kepada para petani bahwa pelaku usaha telah diminta membeli TBS paling sedikit di harga Rp 1.600/kg," kata Zulhas setelah berdialog dengan petani sawit.

Zulhas juga mengatakan, pemerintah terus berupaya mendorong percepatan ekspor CPO. Harapannya, tangki CPO segera kosong dan TBS petani kembali diserap.

"Dari hasil diskusi dengan para petani sawit di Lampung, kami mendapat gambaran situasi yang dihadapi petani sawit. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, 

Kemendag terus mendorong ekspor CPO agar tangki-tangki CPO kembali kosong dan TBS petani dapat diserap kembali. Kami ingin hasil dari sawit ini dirasakan betul manfaatnya, baik oleh petani, pengusaha, dan konsumen," kata Zulhas.

Dalam dialog tersebut, Ketua DPW Apkasindo Provinsi Lampung Abdul Simanjuntak menyampaikan, para petani sawit mengharapkan solusi pemerintah untuk membantu menaikkan harga TBS.

"Kami mengharapkan Menteri Perdagangan dapat membantu memperbaiki harga TBS untuk menopang kesejahteraan petani," kata Abdul.