Gubri: Pulau Sumatera Berpengaruh Besar Dalam Pembangunan Nasional Setelah Pulau Jawa

Kamis, 30 Juni 2022

PEKANBARU, Riautribune.com - Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar menyampaikan bahwa gambaran umum kondisi daerah di Sumatera memiliki pengaruh yang besar dalam pembangunan nasional setelah Pulau Jawa. 

Ia menerangkan, dengan sumber daya yang ada, Pulau Sumatera dapat menjadi simpul pembangunan nasional setelah Pulau Jawa untuk mempercepat pemerataan pembangunan antar wilayah melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

"Kinerja Pulau Sumatera dalam pembangunan nasional dapat kita lihat dari capaian indikator makro yang menggambarkan kontribusi provinsi di Sumatera bagi pembangunan nasional," ujarnya dalam Rakorgub se Sumatera di Premiere Hotel Pekanbaru, Kamis (30/6/22).

Gubri Syamsuar menjelaskan, adapun capaian tersebut dilihat dari tujuh indikator makro Pulau Sumatera. Diantaranya, yaitu indikator pertumbuhan ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan, gini ratio, Nilai Tukar Petani (NTP), dan inflasi.

Ia mengungkapkan, untuk indikator pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I tahun 2022 sebesar 5,01 persen. sementara itu, ekonomi Indonesia pada tahun 2021 mengalami pertumbuhan sebesar 3,69% dibandingkan tahun 2020 yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07%. 

Kontribusi tahun 2021 disumbangkan oleh  provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi ekonomi sebesar 57,89 persen dengan pertumbuhan sebesar 3,66 persen, sedangkan provinsi di Sumatera memberikan kontribusi terbesar kedua nasional dengan kontribusi sebesar 27,70 persen.

Syamsuar menerangkan, dilihat dari pertumbuhan ekonomi per provinsi di Indonesia, Terdapat 12 provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 di atas pertumbuhan ekonomi Nasional, satu provinsi diantaranya di Sumatera yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2021 sebesar 5,05%.

Kemudian, tiga provinsi di Sumatera yakni Sumatera Utara, Riau dan Lampung merupakan sepuluh besar provinsi dengan PDRB terbesar di Indonesia. Selanjutnya, Terdapat 3 provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 di atas pertumbuhan ekonomi Sumatera terdapat 6 provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 di bawah pertumbuhan ekonomi Sumatera.

"PDRB per provinsi di Sumatera berdasarkan sektor unggulan tahun 2021 meliputi industri pengolahan, pertanian, kehutanan dan perikanan dan pertambangan dan penggalian. Industri Pengolahan berperan penting terhadap jalannya roda perekonomian, antara lain adalah konsistensi sumbangsihnya yang terbesar pada PDB nasional,"ucapnya.

Gubri melanjutkan, untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumatera tahun 2021 sebesar 72,29. Terdapat 10 Provinsi yang memiliki IPM diatas Nasional, tiga diantaranya Provinsi di Sumatera yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat dengan kategori tinggi. 

Selanjutnya, tingkat pengangguran terbuka nasional tahun 2021 sebesar 6,49%. Terdapat 26 provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka yang lebih baik dari Tingkat pengangguran terbuka nasional, dan delapan diantaranya Provinsi di Sumatera.

Untuk tingkat kemiskinan nasional tahun 2021 sebesar 9,71%. Terdapat 18 provinsi dengan tingkat kemiskinan lebih baik dari rata-rata nasional, enam diantaranya Provinsi di Sumatera.

Tambahnya, gini ratio nasional pada tahun 2021 sebesar 0,327 poin, terdapat 27 provinsi dengan gini ratio lebih baik dari rata-rata gini ratio rasional, termasuk seluruh Provinsi di Sumatera. Provinsi dengan gini ratio terendah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,247 yang menggambarkan pemerataan pembangunan di wilayah tersebut.

Sedangkan untuk Nilai Tukar Petani (NTP) Nasional tahun 2021 sebesar 104,64. Terdapat 15 provinsi dengan NTP diatas rata-rata NTP nasional, tujuh diantaranya provinsi di Sumatera. Provinsi dengan NTP tertinggi adalah Provinsi Riau sebesar 138,72.

"Seluruh provinsi di Sumatera rata-rata mengalami inflasi. Namun hampir seluruh provinsi yang mengalami deflasi pada Februari 2021 dan 2022, hal ini terjadi karena penurunan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga terutama pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau," tutupnya.