Hubungan Israel - Arab Saudi Mulai Mesra, Nasib Palestina Makin Merana

Jumat, 03 Juni 2022

JAKARTA - Israel terus berupaya untuk menormalisasi hubungan dengan negara-negara Teluk atau negara-negara Arab.
Setelah di antaranya dengan Bahrain dan Uni Emirat Arab, kini Negara Yahudi tersebut disebutkan tengah menjajaki normalisasi hubungan dengan Kerajaan Arab Saudi.

Hal itu pun diakui pula oleh Menlu Israel Yair Lapid pada awal pekan ini. Mengutip dari Times of Israel, Lapid mengatakan pihaknya terus bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Teluk agar bisa menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.

Sejumlah pejabat senior Israel pun diklaim bolak-balik ke Riyadh--pusat kerajaan Arab Saudi--di tengah kabar upaya normalisasi hubungan kedua negara tersebut.

Lantas apakah pengaruhnya bila normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi itu terwujud?

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menilai yang paling terpengaruh adalah Palestina setelah berdekade-dekade berseteru wilayah dengan Israel. Bila Israel bisa menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi, kata dia, bisa menjadi simbol kemenangan besar Tel Aviv atas Palestina.

"Ketika Israel mampu merealisasikan normalisasi dengan Saudi ini akan menunjukkan kemenangan Israel atas Palestina," kata Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (31/5).

Menurut Yon apabila itu terjadi, maka, "Saudi akan dipandang lebih memilih Israel dibanding Palestina yang oleh sebagian rakyat Saudi dianggap sebagai saudara."

Perlu dicatat pula, Arab Saudi adalah kerajaan Islam yang memiliki dua masjid suci muslim dunia yakni Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekkah. Masjid yang terakhir di sebut bahkan terdapat Ka'bah yang menjadi kiblat umat Islam sedunia.

Sementara itu di wilayah Yerusalem--yang dulunya diakui seutuhnya bagian teritorial Palestina sebelum masuk Israel--terdapat Masjidil Aqsa, kiblat umat Islam sebelum dipindahkan ke Ka'bah di Mekkah.

Persoalan Palestina pun menjadi sorotan utama umat Islam di dunia, tak terkecuali warga di Arab Saudi.

Oleh karena itu, Yon menilai penguasa Kerajaan Arab Saudi harus berhati-hati dalam menentukan langkah normalisasi hubungan dengan Israel.

Dinamika internal yang berpotensi memicu gejolak politik di dalam negeri itu lah yang tidak diinginkan Saudi, katanya. Bentuk gejolak politik itu bisa berupa protes dan peningkatan radikalisme di dalam negara kerajaan tersebut.

"Bisa jadi memicu kelompok garis keras di Saudi melakukan aktivitas terorisme dalam bentuk serangan bom dan lainnya," ujar Yon.

Pengajar di UI itu juga menilai proses normalisasi masih membutuhkan waktu yang lama. Menurutnya, Arab Saudi hingga kini masih berpegang bahwa kemerdekaan Palestina menjadi hal penting sebagai syarat membangun hubungan baik.

"Perhentian termasuk penghentian pendudukan [Israel atas Palestina]," kata Yon saat ditanya lebih lanjut syarat Saudi normalisasi dengan Israel.

Meskipun demikian, dia menilai lobi-lobi Israel terhadap Saudi juga akan terus berjalan.

"Saudi masih mengukur sejauh mana dampaknya di kawasan. Biar bagaimana pun Saudi masih menjadi salah satu simbol kepemimpinan di Timur Tengah," ucap Yon. *