'Sepuluh Tahun Kami Makan Tidur Seperti Burung Dalam Sangkar,

Rabu, 18 Mei 2022

PEKANBARU, Riautribune.com - Setelah kembali melakukan aksi  long march ke Perwakilan UNHCR (The United Nations High Commissioner for Refugees) di luar Gedung Graha Pena, Panam, Pekanbaru pada Selasa (17/5/2022), para imigran Afghanistan yang terdiri dari laki-laki dewasa, perempuan dan anak-anak itu kembali menuntut kejelasan status mereka di Indonesia.

Mereka mulai meneriakkan tuntutan mereka dalam bahasa Inggris.

"What do you want? Transfer. Canada welcome. America welcome. Australia welcome. New Zealand welcome," teriak salah seorang orator lalu dijawab oleh massa di depannya.

Sambil menenteng spanduk protes dari simpang lampu merah Arifin Ahmad menuju pasar Arengka hingga berhenti di depan Gedung Graha Pena, tempat perwakilan UNHCR berada, ratusan migran tersebut nekat berjalan kaki dibawah teriknya matahari. Sebagian besar imigran memakai rompi berwarna biru langit dengan logo IOM di dada dan UNHCR di punggung mereka.

Aksi ini juga diikuti seorang perempuan sepuh yang harus didorong dengan kursi roda. 

Ahmad, salah seorang imigran yang ditemui awak media, mengatakan bahwa tuntutan mereka kepada UNHCR adalah mengirim mereka ke negara ketiga.

Menurutnya negara ketiga seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia hingga Selandia Baru siap menerima pengungsi.

"Sudah hampir delapan bulan kami minta resettlement. Resettlement itu pindah ke negara ketiga. Karena Indonesia hanya negara transit. Seharusnya negara yang transit menjelaskan masa depan pengungsi yang datang ke sini, selama satu tahun atau dua tahun. Tapi kami sudah tertahan di sini hampir 10 tahun, tanpa jelas masa depannya. Tanpa jelas hidupnya," katanya kepada awak media saat ditemui di Rudenim D'COPS di jalan Ciptasari, pada Rabu (18/5/2022).

Mereka menilai UNHCR hanya menahan mereka di sini tanpa ada kepastian selama bertahun-tahun. Semakin lama mereka tertahan di kota Pekanbaru, akan semakin berat bagi mereka untuk membawa keluarga mereka dari situasi perang di negara mereka Afghanistan.    

"Keluarga kami yang tinggal di Afghanistan sudah tidak aman. Kami kabur dari sana karena perang. Tujuan kami, kalau sudah jadi pindah ke negara ketiga, kami bisa selamatkan keluarga kami yang kami tinggalkan di bawah situasi perang," kata pengungsi lain, Nazar.

Nazar, seorang pengungsi yang lain mengaku jika ia sudah berada di Pekanbaru sejak 2015.

"Karena kami pengungsi ini tidak boleh keluar, tidak boleh kerja, kami hanya makan tidur, kami pengungsi ini merasa seperti burung di dalam sangkar," ucapnya.    

Ia curiga jika ditahannya mereka selama bertahun-tahun hanya dijadikan sebagai objek bisnis.

"Karena biaya hidup pengungsi yang ada di Indonesia datang dari luar dari negara-negara yang mau bantu pengungsi. Dan itu bukan kecil uangnya. Itu yang dijadikan bisnis di sini. Ditahannya kami di sini supaya dapat bantuan dari luar." ujar dia.

Nazar mengatakan selama gelombang pengungsi tinggal di Pekanbaru sejak 2013, hampir 17 orang bunuh diri di seluruh Indonesia. Termasuk dua orang imigran di Pekanbaru. (Reynold)