Demokrat: Korupsi Sawit untuk Tunda Pemilu, Ini Kejahatan Luar Biasa

Selasa, 26 April 2022

JAKARTA, Riautribune.com - Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyebut, dugaan aliran dana dari kasus izin ekspor minyak sawit mentah atau CPO untuk gerakan penundaan Pemilu 2024 termasuk kejahatan luar biasa.
Menurut Kamhar, aparat atau Kejaksaan Agung (Kejagung) mestinya segera merespons informasi yang sebelumnya disampaikan politikus PDIP Masinton Pasaribu tersebut.

"Dan jika ini benar adanya, maka ini patut dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa dimana rakyat dibuat sengsara berbulan-bulan kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng," kata dia, Selasa (26/4).

Menurut Kamhar, dugaan aliran dana dalam kasus izin ekspor sawit untuk penundaan Pemilu berbuntut fatal sebab telah membuat masyarakat kesulitan. Dia menyoroti kasus antrean pembelian minyak sawit bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.

Menurut dia, informasi dugaan aliran dana tersebut bukan saja harus ditindaklanjuti secara hukum, melainkan juga secara mekanisme politik di parlemen.

"Jika kemudian ini benar adanya, sama halnya menjajah dan merampok rakyat bangsa sendiri membiayai makar konstitusi untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan," kata Kamhar.

Menurut dia, dugaan informasi itu sekaligus memperjelas terkait kondisi ketersediaan stok minyak goreng di masyarakat. Kamhar berujar, dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), stok minyak dalam negeri mestinya bisa dikendalikan.

"Kita adalah negara penghasil CPO dan minyak goreng berbahan baku sawit terbesar di dunia dengan kebutuhan nasional hanya 30 persen dari total produksi, 70 persen untuk ekspor. Tak masuk akal jika terjadi kelangkaan dan kemahalan di dalam negeri," katanya.

Anggota Komisi XI DPR dari fraksi PDIP Masinton Pasaribu sebelumnya mengaku memiliki informasi terkait dugaan aliran dana kasus izin ekspor minyak sawit mentah atau CPO untuk ide penundaan Pemilu dan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Dia berujar dugaannya itu bisa dilihat dari deklarasi yang digelar sejumlah petani plasma untuk mendukung perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut informasi yang ia dapat, petan-petani tersebut dibina korporasi besar yang berkaitan dengan produksi minyak sawit mentah.

"Sebagian dari kelangkaan minyak goreng dan kemudian harganya dibikin mahal dan mereka mengutamakan ekspor karena kebutuhan fundraising. Untuk memelihara dan menunda pemilu itu," kata Masinton kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (23/4).