Mirisnya Nasib Nelayan Tempatan

Kamis, 12 Mei 2016

foto nelayan di pesisir pulau rangsang(foto riautribune.com)

SELATPANJANG-riautribune: Nasib nelayan yang berada di Pesisir Pulau Rangsang masih menyedihkan. Mereka menggunakan alat tangkap yang tergolong primitif dan ketertinggalan zaman karena masih menggunakan teknologi seadaanya. Padahal nelayan yang melaut di sekitar Selat Melaka itu kebanyakan adalah nelayan gumbang, belat dan jaring.

Mereka ini termasuk nelayan yang bergantung dengan kondisi musim. "Kalau sudah masuk musim utara, kami melaut bertaruh dengan nyawa. Hal ini tersebab Selat Melaka gelombangnya kuat, tapi banyak ikan. Kalau sudah masuk musim selatan ikan atau udang mulai berkurang pak," ujar nelayan Desa Telesung Teguh.

Meskipun demikian, tambah Teguh, mereka melaut hanya menggunakan sampan. Karena itu mereka hanya bisa mencampakkan jaring di daerah tepian laut saja. "Beda dengan nelayan yang berasal dari etnis Tionghoa. Mereka punya toke dan memiliki kapal pompong, bisa sampai jauh mencampak jaring atau gumbang dan hasilnya pun bisa banyak," urai Teguh.

Hal senada dikatakan Riduan, nelayan dari Tanjung Kedabu. Dikatakan Riduan, masyarakat nelayan di pesisir cuma sebagai buruh di kapal nelayan milik toke yang digaji Rp80.000-sampai Rp100.000 per 24 jam untuk seorang tekong. Sedangkan untuk anak buah atau pembantu cuma Rp. 60.000. "Itu pun kerjenye kadang membangkit gumbang tengah malam. Tapi mau tak mau lah, untuk biaya anak sekolah dan makan sehari-hari," ujar Riduan. (lim)