IDAI dan Dinkes Riau Lakukan Skrining TB Pada Anak Stunting di Peringatan HTBS

Senin, 04 April 2022

Dr. Hasriza Eka Putra,M.Sc, S.Pa

PEKANBARU, Riautribune.com - Dalam rangka peringatan Hari Tuberkolosis Sedunia (HTBS) yang jatuh pada tanggal 24 Maret 2021, Dinas Kesehatan Provinsi Riau bekerjasama dengan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Provinsi Riau telah menggelar launching skrining tuberkulosis (TBC atau TB) pada anak stunting di Propinsi Riau, yang diselenggarakan di Aula Puskesmas Rejosari Kota Pekanbaru pada hari Kamis 31 Maret 2022 kemarin.

Kegiatan ini merupakan inovasi terintegrasi lintas program yaitu program TB dan program gizi di internal Dinas Kesehatan dan juga lintas sektor antara pemerintah yakni Dinas Kesehatan dengan organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Ketua IDAI Provinsi Riau Dr. dr. Deddy Satria Putra, Sp.A(K) melalui PJ Stunting IDAI Propinsi Riau dr. Hasriza Eka Putra, M.Sc, Sp.A mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pasien tuberkulosis (TB) tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan China. Berdasarkan data Global TB Report tahun 2021, angka estimasi kasus TBC di Indonesia sebesar 824.000 kasus dengan 93.000 kematian.

Angka notifikasi (penemuan dan pengobatan) kasus TBC di Indonesia masih rendah yakni sebesar 384.025 kasus atau 47% dari target yang diharapkan sebesar 85%. Jadi masih ada sekitar 439.975 kasus atau 53% yang belum ternotifikasi, baik yang belum terdiagnosis, belum terobati maupun belum terlaporkan.

"Masih tingginya angka ini secara tidak langsung menunjukkan masih banyaknya sumber penularan TB di masyarakat yang belum ditemukan dan belum diobati," ungkap dr. Hasriza Eka Putra, M.Sc, Sp.A kepada Riautribune.com Ahad 3 April 2022 pagi.

Lanjut Dokter yang Bekerja di RS tipe D Perawang itu menjelaskan, Komitmen global dalam mengakhiri TB juga telah dituangkan dalam End TB Strategy yang menargetkan penurunan kematian akibat TB hingga 90% pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2015, pengurangan insiden TB sebesar 80% pada tahun 2035 dibandingkan dengan tahun 2015, dan tidak ada rumah tangga yang mengalami biaya katastropik akibat TB pada tahun 2030.

"Seperti penjelasan ketua IDAI Riau kemarin, Untuk mencapai target tersebut sangat diperlukan suatu upaya yang inovatif dan komprehensif, baik untuk dewasa maupun anak, agar angka penyebaran ini dapat dideteksi sejak dini," terangnya.

Lanjutnya memaparkan, sementara itu untuk Anak, khususnya usia di bawah lima tahun, merupakan kelompok risiko tinggi terinfeksi dan sakit TB. Risiko ini lebih meningkat pada mereka yang kontak erat dengan pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis. 

"Di dunia, setiap tahunnya itu setidaknya terdapat setengah juta kasus baru TB anak, dengan kematian mencapai 74.000. Kasus TBC Anak di Indonesia tahun 2020 mencapai 33.366 kasus, atau setara dengan 22/10.000 balita dan 12/10.000 anak usia 5-14 tahun. Dengan tingginya jumlah pasien TB di Indonesia dan masih banyaknya pasien TBC yang belum didiagnosis dan diobati di masyarakat ini, anak-anak di Indonesia tentunya dapat berisiko tinggi untuk tertularnya TB ini," jelasnya.

Gejala TB pada anak sendiri antara lain berupa gangguan gizi pada anak, seperti stunting, malnutrisi kronik, berat badan rendah, berat badan tidak naik, atau penurunan berat badan.  Anak dengan masalah gizi, termasuk stunting, berisiko tinggi untuk sakit TB berkaitan dengan sistem kekebalan tubuhnya. 

"Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan terintegrasi dalam rangka percepatan penurunan kejadian stunting dan percepatan eliminasi TB di Indonesia, perlu dilakukan dengan pelacakan kemungkinan sakit TB maupun infeksi laten TB pada anak-anak stunting, agar bisa diberikan terapi yang lebih sesuai," ungkapnya.

"Selain itu, juga perlu dilakukan tata laksana yang terintegrasi dalam menangani stunting, dari pelacakan kemungkinan penyebab dan faktor-faktor yang mungkin meningkatkan risiko stunting sampai memberikan tata laksana yang komprehensif, didasarkan pada penyakit penyerta, faktor lingkungan dan lain-lain yang ada pada anak stunting tersebut," ujarnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia sebagai organisasi profesi dokter anak mengarahkan anggotanya untuk bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk melakukan skrining TB pada anak dengan stunting di beberapa provinsi di Indonesia. 

Dirinya pun berharap, kegiatan menjadi langkah awal dari terbentuknya jaringan komunikasi dan program kerja IDAI bersama pemerintah Propinsi Riau dan Kabupaten/kota untuk bersama-sama mencapai tujuan terintegrasi yaitu percepatan penurunan stunting dan percepatan eliminasi TB khususnya di Provinsi Riau.

"Mudah-mudahan langkah awal ini dapat berjalan maksimal, dengan tujuan agar penularan TB pada anak dapat teratasi sejak dini," harapnya.

Kegiatan launcing skrining tuberkulosis (TBC atau TB) pada anak stunting  Propinsi Riau itu juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Riau H Zainal Arifin, SKM, M.Kes yang diwakili oleh Kabid P2P Dinas Kesehatan Provinsi Riau M.Ridwan SKM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Para Dokter Spesialis Anak dari RSUD Madani, Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia Propinsi Riau serta dr. Indra Yofi Sp.P(K) selaku Ketua Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk penanggulangan Tuberkulosis. (MRI)