Muhammadiyah soal Tunda Pemilu 2024: UUD Jangan Dibaca Secara Tekstual

Rabu, 09 Maret 2022

JAKARTA, Riautribune.com - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai bahwa UUD 1945 yang menjadi dasar penyelenggaraan pemilu dan pembatasan masa jabatan presiden tak bisa dibaca hanya secara tekstual. Menurut dia, konstitusi harus dibaca secara kontekstual terutama soal bagaimana teks atau aturan itu diciptakan.

Pernyataan Mu'ti merespons wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden baru-baru ini. Wacana itu kembali menguat meski DPR dan pemerintah telah menyepakati jadwal Pemilu pada 14 Februari 2024.

"Ketika kita baca penjelasan UUD 45 itu disebutkan bahwa suatu UUD, itu kan tidak bisa pahami hanya dari sisi teks saja ... akan tetapi, harus menyelidiki juga bagaimana praktiknya dan bagaimana suasana kebatinannya dari UUD itu," kata Mu'ti dalam diskusi daring, Rabu (9/3).

Secara ketentuan, kata dia, UUD 1945 memang bisa diubah atau diamendemen lewat Sidang Umum MPR selama bisa memenuhi sejumlah syarat yang telah diatur secara eksplisit. Akan tetapi, upaya tersebut jika dilakukan sangat bermasalah secara etis.

Sebab, penyelenggaraan pemilu dan pembatasan masa jabatan presiden, sebagai salah satu pasal yang diatur di dalamnya, lahir dari semangat reformasi di mana masyarakat menginginkan perubahan. Masa jabatan presiden misalnya, lahir setelah Bung Karno dan Suharto memimpin sangat lama.

"Nah, suasana kebatinan dan reformasi ini adalah bagian tak terpisahkan dari lahirnya amandemen UUD 45 khususnya pasal yang terkait dengan masa jabatan presiden," kata dia.

Karena itu, menurut Mu'ti, UUD 1945 memang bisa diutak-atik atau diubah jika hanya dibaca secara tekstual. Semua pihak pemilik kepentingan bisa mengatur sedemikian rupa agar syarat amendemen terpenuhi.

Namun, ia mengingatkan agar UUD tak hanya dilihat secara tekstual. Sebab UUD pada prinsipnya lahir dari suasana kebatinan masyarakat dan bangsa Indonesia yang menginginkan perubahan.

"Nah, suasana kebatinan itu menurut saya adalah jiwa dari suatu UUD. Suasana kebangsaan itu adalah ruh, yang menjadi landasan mengapa sebuah UUD itu disusun," katanya.

Isu penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden masih menjadi bola panas, baik di Istana maupun di lembaga legislatif. Teranyar, pernyataan Presiden Joko Widodo yang merespons soal itu dianggap tak menyampaikan dengan tegas apakah mantan Wali Kota Solo itu menerima atau menolak usulan penundaan.

Sementara, di legislatif, usulan penundaan hanya didukung tiga fraksi yakni PKB, PAN, dan Golkar. Namun, gabungan kursi tiga partai itu tak memenuhi syarat sidang umum MPR. Dan beberapa partai lainnya telah tegas menyatakan penolakan. Begitu pula dari DPD maupun MPR.