Edukasi Warga Agar Tidak Membakar Lahan, Dwi Yana: Ini Untuk Kepentingan Bersama

Jumat, 25 Februari 2022

Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda, Dwi Yana SHut MSi

PEKANBARU, Riautribune.com - Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Riau, menjadi perhatian yang besar bagi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.

Hal tersebut disampaikan oleh Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda, Dwi Yana SHut MSi, saat dihubungi Riautribune, terkait giat yang diikutinya sebagai narasumber pada KKDN Daring Prodi Manajemen Bencana di Provinsi Riau yang digagas oleh Universitas Pertahanan pada tanggal 7 - 11 Februari 2022 lalu.

"Luas daerah Provinsi Riau 9.016.401 Ha, memiliki 59 Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) dengan luas gambut kurang lebih 60 persennya atau 5.355.374 Ha. Kondisi ini menyebabkan Provinsi Riau menjadi daerah rawan Karhutla," jelas Dwi kepada Riautribune pada Jumat (25/2/2022).

Untuk kondisi tersebut, Dwi menjelaskan bahwa sebagian besar penyebab kebakaran hutan adalah kegiatan manusia sebagai pemicu utama, dimana aktifitas yang dilakukan adalah untuk mencari keuntungan pribadi.

"99 persennya ulah manusia, terkait itu dibuktikan dengan hasil riset selama ini dimana aktifitas pembukaan lahan, paling dominan dilakukan dengan membakar hutan, alasan terbesarnya karena kebutuhan lahan," ucapnya.

Terkait karhutla yang marak terjadi beberapa tahun belakangan, Dwi memaparkan luas kawasan hutan yang semakin berkurang sejak tahun 2016 lalu.

"Dari data hasil riset, pada tahun 2016 luas hutan yang terbakar di Riau itu 85.219,51 hektar, tahun 2021 lalu yang terdata hanya seluas 8.970 hektar. Memang tahun-tahun sebelumnya mengalami naik turun, tapi di tahun 2021 luas lahan yang terbakar itu sudah jauh berkurang," terangnya.

Berkurangnya lahan hutan yang terbakar, menurut Dwi, bukan serta merta karena berkurangnya kebutuhan lahan kosong di Riau, tapi tidak terlepas dari pantauan dan pengawasan dari beberapa pihak dan stakeholder terkait.

"Untuk kebutuhan lahan kosong itu pasti setiap tahunnya meningkat, karena jumlah kepadatan penduduk di Provinsi Riau selalu naik, tapi atas kerja keras beberapa pihak yang melakukan pengawasan, pengedukasian kepada warga dan patroli langsung, itu pada tahun lalu sudah berkurang jauh jumlah hutan yang sengaja dibuka dengan cara pembakaran," papar Dwi.

Upaya pengendalian Karhutla, diakui Dwi tak serta merta begitu mudahnya, pihaknya dan beberapa pihak terkait juga mengalami banyak kendala dalam pengendalian Karhutla tersebut.

"Kendala pasti ada, diantaranya Provinsi Riau didominasi 60 persen Kawasan Hidrologis Gambut yang sebagian belum di lakukan tata kelola gambut,  sehingga gambut menjadi kering dan mudah terbakar, kemudian masih adanya perilaku masyarakat yang belum ramah lingkungan, seperti membuka lahan dengan membakar, membuang puntung rokok sembarangan, para pelaku illegal logging dan sebagainya yang memicu terjadinya Karhutla," jelasnya

Aksesibilitas Lokasi Karhutla sulit dijangkau, ketersediaan sumber air, dan terbatasnya sarana dan prasarana Karhutla juga menjadi aspek kendala terbesar yang sulit ketika menghadapi bencana tersebut.

Dwi mengimbau dengan tegas kepada warga Riau umumnya dan Pekanbaru secara khususnya, untuk menanamkan disiplin dan tidak mengambil jalan pintas untuk kepentingan pribadi dengan melakukan pembakaran kawasan hutan untuk membuka lahan baru.

"Ini untuk kepentingan bersama, untuk generasi selanjutnya juga. Kalau membuka lahan dengan cara membakar, resikonya bukan pelaku saja yang dirugikan, semua orang dirugikan. Asapnya membuat banyak orang mengalami gangguan pernafasan, apalagi sekarang ini kita dihadapkan dengan virus Corona yang dengan mudah menyerang sistem pernafasan," tutup Dwi. (Reynold)