Waspada Harga BBM Naik Jika Minyak Mentah Tembus US$120 per Barel

Kamis, 10 Februari 2022

JAKARTA, Riautribune.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai kenaikan harga minyak global berpotensi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Menurut Fabby, kenaikan berpotensi terjadi untuk jenis diesel atau yang memiliki tingkat RON 92 ke atas karena harga jual mengikuti harga produksi terkini.

"Untuk BBM yang tidak diatur harganya oleh pemerintah, saya kira akan disesuaikan oleh pelaku usaha," katanya, Kamis (10/2).

Jika melihat BBM Pertamina, Fabby menilai jenis BBM yang paling rentan naik adalah seri Pertamax. Melihat patokan harga yang ditetapkan perusahaan luar seperti Shell atau Vivo, ia memproyeksikan kenaikan berada pada rentang Rp2.000-an per liter.

Ia menjelaskan jika harga minyak internasional naik jadi US$120 per barel, maka harga eceran rata-rata bisa berkisar di level Rp13 ribu-Rp15 ribu tergantung jenis BBM. Mengambil contoh jenis Pertalite yang kini dijual Rp9.000-an per liter, ia menilai harga bisa naik jadi Rp12 ribu per liter.

Kendati begitu, ia ragu pemerintah dan Pertamina bakal menaikkan harga BBM jenis Pertalite atau RON lebih rendah guna menjaga inflasi dan daya beli masyarakat saat ini.

Terutama karena konsumsi Pertalite naik dan mencapai 40 persen-50 persen. Fabby tak yakin harganya akan naik meski harga di level internasional bakal mencapai rekor tertinggi.

"Pertanyaannya Pertalite kan konsumsi tinggi, 40 persen-50 persen dari konsumsi gasoline sudah beralih ke Pertalite. Sejatinya Pertalite tidak diatur harganya sama pemerintah tapi karena meningkatnya konsumsi ini menjadi pertanyaan," kata dia.

Pengamat Energi dari Energy Watch Mamit Setiawan menyebut kenaikan harga minyak internasional yang tidak diikuti kenaikan harga BBM di dalam negeri oleh Pertamina bakal membuat beban keuangan pelat merah tersebut dan pemerintah membengkak.

Pasalnya, terakhir Pertamina menaikkan harga BBM adalah Februari 2020, sedangkan sepanjang tahun lalu dan tahun ini harga minyak mentah dunia terus meroket. Mengingat pasokan BBM masih mayoritas dipenuhi dari impor, tentu imbas kenaikan harga sangat besar.

Mamit menghitung sepanjang tahun lalu Pertamina dan pemerintah menanggung potensial loss atau kerugian Rp80an triliun dari selisih harga jual Pertalite dan Pertamax.

Ia menyebut harga jual BBM Pertamina dibandingkan merek dagang lain bisa mencapai Rp3.000-Rp4.000 per liter. Jika harga minyak dunia terus melambung, ia menilai beban keuangan bakal makin besar.

"Ini akan menambah beban keuangan Pertamina dan negara karena ada subsidi di sana," kata dia.

Mengamini Fabby, ia sepakat jika menembus US$120 per barel, harga BBM non-subsidi akan naik di kisaran Rp2.500an per liter.

Dia menambahkan kenaikan harga tak hanya terjadi pada BBM saja, tapi juga berpotensi terjadi pada gas cair (LPG).

Sebelumnya, JPMorgan memproyeksikan harga minyak dunia bisa melanjutkan lonjakannya ke level US$120 per barel apabila konflik Rusia-Ukraina berlanjut. Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor minyak mentah Rusia jadi terganggu.

Proyeksi tersebut menekankan potensi invasi ke Ukraina akan menyebabkan efek riak luas yang akan dirasakan oleh konsumen yang juga dihantam inflasi.

"Setiap gangguan pada aliran minyak dari Rusia dalam konteks kapasitas cadangan yang rendah di wilayah lain dapat dengan mudah membuat harga minyak ke US$120," ujar Kepala Strategi Komoditas Global JPMorgan Natasha Kaneva, dikutip dari CNN Business pada Rabu (9/2).