ICW: Korupsi Kepala Desa Tak Bisa Dianggap Remeh

Jumat, 03 Desember 2021

Foto : Istimewa

JAKARTA, Riautribune.com  - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keras Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang menyatakan kepala desa korupsi cukup mengembalikan uang tanpa harus dipenjara lewat putusan pengadilan.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana meminta Alex cermat membaca Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal 4 UU Tipikor tegas mengatur pengembalian kerugian negara tak menghapus pidana seseorang.

"Untuk pernyataan Marwata, sepertinya Komisioner KPK tersebut harus benar-benar serius ketika membaca UU Tipikor," ujar Kurnia melalui keterangan tertulis, Jumat (3/12).

Kurnia menyatakan praktik korupsi harus mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat luas, bukan hanya dinilai besar atau kecil uang yang dikorupsi.

"Pendapat Marwata itu terlihat menyederhanakan permasalahan korupsi," ujarnya.

Jika yang dimaksud Alex adalah ingin mendorong restorative justice, kata Kurnia, hal itu keliru. Ia menjelaskan restorative justice tidak tepat dilakukan terhadap kejahatan kompleks seperti korupsi.

Restorative justice adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban.

"Pernyataan Marwata itu akan berdampak cukup serius. Bukan tidak mungkin kepala desa yang korup akan semakin terpacu untuk melakukan praktik culas itu," katanya.

Dalam hal ini, Kurnia mengingatkan Alex anggaran dana desa merupakan sektor yang paling banyak terindikasi korupsi pada semester I tahun 2021 dengan jumlah 55 kasus dan total kerugian negara mencapai Rp35,7 miliar.

Kepala desa menempati peringkat ketiga dari sisi latar belakang pelaku dengan jumlah 61 orang.

"Maka dari itu, korupsi yang dilakukan oleh kepala desa tidak bisa dianggap remeh seperti yang diutarakan oleh Komisioner KPK [Alexander Marwata]," ucap Kurnia.

Sebelumnya, Alex berpendapat kepala desa bisa mengembalikan uang yang dikorupsi tanpa harus dipenjara lewat putusan pengadilan.

Menurutnya, langkah tersebut bisa dilakukan jika uang yang dikorupsi tidak bernilai besar. Alex menilai lebih tepat kepala desa tersebut dipecat berdasarkan musyawarah yang melibatkan masyarakat setempat.

"Kita sudah sepakat bahwa kalau menyangkut kerugian negara, kerugian daerah, kerugian keuangan desa, ya, bagaimana semaksimal mungkin uang itu bisa kembali ke kas daerah, kas negara, kas desa. Itu saya kira lebih efektif dibanding kita memenjarakan orang. Lah dia punya istri, istrinya enggak kerja, anaknya tiga, bisa bubar semua," kata Alex.*