Ramai-ramai Tolak Revisi Undang-Undang KPK

Senin, 01 Februari 2016

Foto Internet

JAKARTA-riautribune: DPR bersama Pemerintah telah bersepakat melakukan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejumlah pihak mempermasalahkan kesepakatan tersebut dan ramai-ramai menolak revisi itu.

Berdasarkan rilis Indonesia Corruption Watch (ICW), Senin (1/2/2015), mantan pimpinan KPK, akademisi, praktisi Hukum ikut berkomentar atas penolakan revisi ini. Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto mengatakan, Revisi UU KPK yang tidak melibatkan stakeholders secara utuh dan menyeluruh, termasuk KPK, adalah pengingkaran atas fakta bahwa korupsi menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kepentingan publik.

"Tidak ada satu pun naskah akademik yang dapat dirujuk dan dijadikan dasar untuk mempertukarkan gagasan pasal yang direvisi mengindikasikan revisi UU KPK hanya untuk melemahkan KPK. Posisi hukum di dalam KPK sendiri terlihat punya banyak opsi soal perubahan karena KPK itu dituntut untuk menjelaskannya pada publik di mana posisi hukumnya," ujar Bambang.

"KPK harus menyadari keberadaannya bukan untuk dirinya tapi untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga juga harus bertanggungjawab pada konstituennya," sambungnya.

Di kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan Agustinus Pohan menyebut revisi UU KPK tidak perlu dilakukan, karena beberapa butir yang mau direvisi itu tidak sepenuhnya dibutuhkan dan tidak penting. Revisi terhadap penyadapan dianggap dapat bermasalah dan SP3 adalah hak dari pimpinan KPK.

"Kalau pun ada, badan pengawas berbahaya karena tidak jelas siapa pengawasnya. Bagaimana kalau dari parpol?" kata Pohan mempertanyakan.

Sementara itu, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, revisi UU KPK adalah upaya yang dilakukan oleh parlemen berulang kali hanya mempertontonkan semangat melemahkan KPK. Permasalah lainnya adalah tidak ada yang dapat menjamin bahwa revisi UU KPK adalah upaya penguatan KPK.

"Adalah kewajiban kita untuk mengawal dan terus menolak rencana revisi UU KPK," tegas Dahnil.(dtc/rt)