Erdogan Ancam Usir 10 Dubes Termasuk AS

Ahad, 24 Oktober 2021

ANKARA,  Riautribune.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melayangkan ancaman mengusir duta besar (dubes) sepuluh negara termasuk Amerika Serikat (AS) karena menuntut pembebasan Osman Kavala. Erdogan mengatakan telah memerintahkan Kementerian Luar Negerinya tentang pengusiran tersebut.

Jika dilakukan, Turki akan mengusir tujuh dari duta besar yang mewakili sekutu NATO-nya. Ini bakal membuka keretakan terdalam antara Turki dengan Barat dalam 19 tahun kekuasaan Erdogan.

"Saya memberikan perintah yang diperlukan kepada menteri luar negeri kami dan mengatakan apa yang harus dilakukan: 10 duta besar ini harus dinyatakan persona non grata (tidak diinginkan) sekaligus. Anda akan segera menyelesaikannya," kata Erdogan dalam pidatonya di kota barat laut Turki, Eskisehir.

"Mereka akan tahu dan mengerti Turki. Pada hari mereka tidak tahu dan mengerti Turki, mereka akan pergi," katanya yang disambut sorak-sorai penonton.

Dalam pernyataan bersama pada 18 Oktober, dubes Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Belanda, Norwegia, Swedia, Finlandia, Selandia Baru, dan AS menyerukan penyelesaian yang adil dan cepat untuk kasus Kavala. Mereka juga menuntut pembebasan mendesak. Para dubes tersebut kemudian dipanggil oleh kementerian luar negeri Turki yang menyebut pernyataan itu tidak bertanggung jawab.

Pada Kamis Erdogan mengatakan, bahwa para dubes tersebut tidak akan melepaskan bandit, pembunuh, dan teroris di negara mereka sendiri. Kavala mengatakan pada Jumat bahwa dia tidak akan lagi menghadiri persidangannya karena sidang yang adil tidak mungkin dilakukan setelah komentar baru-baru ini oleh Erdogan.

Kedutaan AS dan Prancis serta Gedung Putih belum menanggapi permintaan komentar. Namun seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan mengetahui laporan tersebut. Pihaknya tengah mencari kejelasan dari Kementerian Luar Negeri Turki.

Norwegia mengatakan kedutaannya belum menerima pemberitahuan dari otoritas Turki. "Duta besar kami belum melakukan apa pun yang menjamin pengAusiran," kata kepala juru bicara kementerian, Trude Maaseide.

Norwegia meyakini Turki sangat menyadari pandangan Norwegia. "Kami akan terus meminta Turki untuk mematuhi standar demokrasi dan aturan hukum yang negara itu berkomitmen di bawah Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa," kata Maaseide.


Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod mengatakan kementeriannya belum menerima pemberitahuan resmi terkait pengusiran. Namun pihaknya telah melakukan kontak dengan rekan-rekan dan sekutunya.

"Kami akan terus menjaga nilai dan prinsip bersama kami, seperti yang juga diungkapkan dalam deklarasi bersama," katanya dalam sebuah pernyataan. Sebuah sumber di Kementerian Luar Negeri Jerman juga mengatakan 10 negara sedang berkonsultasi satu sama lain.

Satu sumber diplomatik mengatakan de-eskalasi dimungkinkan mengingat Turki kini telah membuat pendiriannya sangat jelas. Hal ini juga turut mengingat potensi dampak diplomatik dari langkah seperti itu menjelang KTT G20 dan KTT iklim PBB di Glasgow yang dimulai pada akhir bulan.

"Tidak ada instruksi yang diberikan kepada kedutaan," kata sumber itu. Menurutnya ada kemungkinan keputusan akan diambil pada rapat kabinet Turki pada Senin.

Siapa Osman Kavala?

Kavala merupakan seorang kontributor untuk banyak kelompok masyarakat sipil. Dia telah dipenjara selama empat tahun dan didakwa membiayai protes nasional pada 2013. Dia juga turut dalam keterlibatan kudeta yang gagal pada 2016. Kavala tetap dalam tahanan sementara persidangan terakhirnya berlanjut pada 26 November mendatang. Selama persidangan, dia terus menyangkal tuduhan tersebut.

Kavala dibebaskan tahun lalu dari tuduhan terkait dengan protes 2013. Namun tahun ini keputusan itu dibatalkan dan digabungkan dengan tuduhan terkait dengan upaya kudeta.

Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan kasusnya adalah simbol dari tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di bawah Erdogan. Enam negara yang terlibat adalah anggota UE, termasuk Jerman dan Prancis.

"Pengusiran sepuluh duta besaradalah tanda pergeseran otoriter pemerintah Turki. Kami tidak akan terintimidasi. Kebebasan untuk Osman Kavala," cicit Presiden Parlemen Eropa David Sassoli di Twitter resminya.