Pemerintah Keliru Menetapkan Harga BBM Bersubsidi

Selasa, 26 Januari 2016

Foto Internet

JAKARTA-riautribune: Fenomena harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang dijual perusahaan swasta untuk kalangan industri lebih murah dari solar bersubsidi di SPBU masih terus terjadi. Padahal, kondisi anjloknya harga minyak mentah dunia seharusnya bisa membuat pemerintah cepat merevisi harga.

Begitu dikatakan pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi saat dikontak, Senin malam (25/1).

"Pemerintah salah menetapkan harga BBM subsidi setiap tiga bulanan. Padahal penurunan harga (minyak dunia) begitu dinamis. Terjadi setiap hari. Kalau begitu, mana keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil," jelas dia.

Menurut Redi, pemerintah setengah hati melakukan kebijakan penurunan BBM bersubsidi ini.

"Bahkan terkesan mereka (pemerintah) ogah menurunkannya. Mestinya dengan kondisi (penurunan) saat ini, pemerintah konsisten menurunkan harganya per bulan atau per dua pekan," papar dia.

"Ini ada apa? Justru ini menjadi persoalan besar. Apakah ada permainan di Pertamina? Ini tentu mecurigakan," tanya Redi.

Kebijakan pemerintah yang lain juga relatif tidak bergaung. Sebab, dengan kondisi minyak dunia yang terus anjlok, Pertamina bisa saja untung besar. Namun, faktanya tidak ada terobosan berarti.

"Bahkan tidak ada upaya dari pemerintan untuk membangun kilang minyak baru. Sementara Pertamina bisa untung besar," tegas Redi.

Pasalnya, berdasar data saat ini antara temuan dan konsumsi BBM di masyarakaf masih defisit sebesar 40 persen. Mestinya bisa seimbang. Jika konsumsi tinggi maka banyak juga ditemukan sumur-sumur minyak baru.

Seperti diketahui, harga BBM jenis solar yang dijual oleh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero) memang lebih mahal dari yang dijual perusahaan swasta untuk kalangan industri. Salah satunya yang dijual PT AKR Corporindo Tbk.

Saat ini harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar sudah menyentuh harga di bawah USD 40 per barel, yang artinya jika dirupiahkan dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp 3.500 per liter, belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak. (rmol/rt)