Efisien dan Siaran Lebih Jernih, Peluang Majunya Industri Televisi Digital

Jumat, 20 Agustus 2021

Desliana Dwita

Oleh : Desliana Dwita*

Seiring perkembangan teknologi telekomunikasi yang kian pesat, International Telecommunication Union (ITU), sebuah organisasi internasional di bidang radio dan telekomunikasi membuat kesepakatan dalam Regional Radiocommunication Conference pada tahun 2006. Kesepakatan tersebut antara lain berisi tentang migrasi teknologi analog ke teknologi digital untuk penyiaran televisi terestrial. Negara-negara anggota ASEAN yang juga menjadi anggota ITU menyepakati ASO akan tercapai pada tahun 2020.  

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebenarnya telah membuat roadmap pelaksanaan migrasi televisi analog ke digital sejak tahun 2009. Disebabkan belum adanya payung hukum berupa Undang-undang yang mengharuskan lembaga penyiaran televisi untuk berpindah dari teknologi analog ke digital, maka perpindahan teknologi tersebut terus mengalami kendala hingga belum terealisasi hingga saat ini. 

Pada tahun 2020 lalu pemerintah Indonesia melakukan upaya percepatan digitalisasi televisi dengan dikeluarkannya pengumuman oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jhonny G Plate tentang percepatan digitalisasi televisi terestrial di Indonesia. Pengumuman percepatan ini dilakukan karena telah ada payung hukum tentang keharusan Analog Switch Off (ASO) yang tertuang dalam Undang-undang Cipta Kerja. Aturan tentang keharusan bagi lembaga penyiaran televisi untuk segera melaksanakan ASO diatur dalam UU Cipta Kerja pasal 60A yang isinya antara lain mengamanatkan penyelenggaraan penyiaran mengikuti perkembangan teknologi analog ke digital diselesaikan selambatnya 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya UU tersebut. UU Cipta Kerja telah disyahkan dan mulai berlaku pada tanggal 2 November 2020, dengan demikian maka pada tanggal 2 November tahun 2022 ASO sudah harus selesai dilaksanakan di Indonesia. 

Sebelum adanya UU yang mengatur tentang keharusan ASO bagi lembaga penyiaran televisi, industri televisi mengkhawatirkan tentang perangkat dan modal yang harus dikeluarkan jika harus berpindah dari televisi dengan teknologi analog ke televisi digital. Menurut Ketua Umum Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI), Eris Munandar yang penulis wawancarai pada April tahun 2020 lalu, seharusnya tidak ada kekhawatiran oleh industri televisi. “Banyak yang mengira dengan migrasi ke digital akan terjadi efisiensi sumber daya manusia sehingga pekerja yang ada di industri televisi saat ini akan di-PHK. Nah, itu kan salah, karena dari Boston Consulting saja sudah mengatakan bahwa migrasi ke digital ini akan menambah lapangan pekerjaan,”kata Eris. 

Selain itu menurut Eris yang sudah sejak tahun 2016 mengelola stasiun siaran televisi berteknologi digital dengan menyewa mux ke TVRI, lembaga penyiaran televisi juga banyak yang khawatir dengan biaya sewa mux yang cukup mahal. “Penetapan dari pemerintah kalau dirata-ratakan biaya sewa mux perbulan itu dibawah 20 juta, tergantung di daerah mana. Ini aja yang Jakarta saja kita dibawah 20 juta. Justru sangat efisien dibanding dengan analog. Saya sudah bayar sejak 2016, sejak masa uji coba siaran,”kata Eris. 

Biaya operasional televisi digital sangat efisien karena penyelenggaran siaran televisi tidak perlu investasi untuk mendirikan tower, cukup dengan menyewa mux dari penyedia mux yang telah ditetapkan pemerintah. “Biaya sewa mux sebulan dibawah 20 juta. Dulu saya juga pernah mengelola televisi analog. Untuk membangun tower-nya saja, untuk listrik, untuk petugas di gunung dan lain sebagainya, sebulan udah 20 juta lebih.

Belum lagi ada trouble dan lain sebagainya. Kita juga tidak perlu mengeluarkan biaya maintenance karena merupakan tanggung jawab pemegang mux,”kata Ketua ATSDI. Efisiensi biaya ini tentu saja merupakan peluang untuk industri penyiaran televisi di Indonesia agar lebih berkembang.

Peluang bagi industri televisi untuk berkembang dengan bermigrasi ke televisi digital juga dijelaskan oleh Rini Elfina, Direktur PT Batam Multimedia Indonesia (Batam TV). Menurutnya, setelah Batam TV bermigrasi dari teknologi analog ke digital pada Januari 2021, biaya yang dikeluarkan perusahaannya lebih efisien. Batam TV tidak harus mengeluarkan double cost. “Contohnya seperti biaya tenaga kerja yang di tower, teknisinya, sewa towernya juga, biaya listrik towernya juga, kita sudah tidak mengeluarkan lagi. Setelah kami hitung, jika biaya sewa mux yang untuk wilayah Batam sekitar 11 juta perbulan melalui TVRI tidak mengalami kenaikan, maka biaya berkurang dibanding TV analog. Kualitas siarannya juga lebih bagus dan jernih,”kata Rini. 

Kualitas siaran yang bagus dan jernih merupakan salah satu pertimbangan bagi pemasang iklan untuk mempromosikan kegiatan, barang dan jasanya. Selain peluang menarik lebih banyak pengiklan, dengan televisi teknologi digital sumber daya manusia kreatif sangat dibutuhkan. “Kami malah akan menambah tim kreatif karena nanti kami akan bersaing dengan production house yang akan muncul. Keanekaragaman program siaran juga penting untuk content lokal dapat bersaing nantinya,”kata Rini. 

Manfaat yang telah dirasakan oleh pengelola siaran televisi digital Eris Munandar dan Rini Elfina tadi tentu saja merupakan peluang untuk semakin maju dan bersaingnya industri televisi di Indonesia. Efisiensi, penambahan tenaga kerja bidang kreatif, serta siaran dengan kualitas video dan audio yang lebih baik merupakan beberapa keuntungan yang akan didapatkan oleh industri televisi jika beralih dari teknologi siaran analog ke digital.** 

 

*Desliana Dwita adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau, sedang menempuh Pendidikan Program Doktor Ilmu Komunikasi UNPAD dan tengah menyelesaikan penelitian Disertasi dengan tema ‘Komunikasi Pemerintah tentang Kebijakan Digitalisasi Televisi Terestrial di Indonesia’.