Saudi Kaji Sinovac untuk Syarat Umrah

Sabtu, 14 Agustus 2021

ilustrasi internet

JAKARTA,Riautribune.com -- Otoritas Arab Saudi disebut sedang mengkaji vaksin Covid-19 Sinovac dan Sinopharm sebagai persyaratan bagi jamaah luar negeri untuk melaksanakan ibadah umrah. Menurut Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, hasil kajian tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat. 

Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali mengatakan, informasi itu didapat setelah menggelar pertemuan dengan Deputi Urusan Umrah Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi, Abdulaziz Wazzan, di kantor Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, Jeddah, Rabu (11/8). Pertemuan itu turut dihadiri Konjen RI Jeddah Eko Hartono.

“Vaksin Sinovac dan Sinopharm yang digunakan sejumlah negara, Kementerian Kesehatan Arab Saudi masih melakukan kajian. Dalam waktu dekat akan dirilis hasilnya secara resmi,” kata Endang dalam keterangan, Jumat (13/8). “Sinovac dan Sinopharm sudah diakui WHO. Kementerian Agama pun terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri untuk membahas bersama masalah penggunaan vaksin ini,” ujar Endang.

Saudi sebelumnya mengeluarkan sejumlah aturan bagi calon jamaah umrah dari luar negeri seiring mulai dibukanya ibadah umrah. Salah satu persyaratan itu, jamaah wajib mendapatkan suntikan booster sebanyak satu dosis dari Pfizer, Moderna, Astrazeneca, atau Johnson & Johnson, jika calon jamaah menggunakan vaksin selain dari keempat merek tersebut. 

Persyaratan lainnya, jamaah dari Indonesia dan delapan negara lainnya wajib melakukan karantina 14 hari di negara ketiga sebelum tiba di Arab Saudi. Meski ada persyaratan ini, pengajuan visa umrah untuk Indonesia sampai saat ini belum bisa dilakukan. 

Endang mengatakan, Deputi Urusan Umrah Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi Abdulaziz Wazzan dalam pertemuan dengan KJRI Jeddah menyatakan, Saudi memprioritaskan keselamatan dan kesehatan jamaah, bukan kepentingan ekonomi dan bisnis semata. “Untuk alasan keselamatan juga, kebijakan penangguhan masih diberlakukan, khususnya bagi negara yang penyebaran Covid-19-nya dinilai masih tinggi,” ujar Endang. 

Saat ini, ada 30 negara yang masih ditangguhkan masuk ke Kerajaan Arab Saudi. Selain Indonesia, sejumlah negara lainnya adalah India, Pakistan, Mesir, Turki, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, Lebanon, Vietnam, Korea Utara, Korea Selatan, dan Afghanistan.  Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menilai, sikap Saudi untuk mengkaji penggunaan vaksin Sinovac sebagai persyaratan umrah merupakan angin segar bagi Indonesia. Hal ini mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan Sinovac sebagai vaksin Covid-19.

"Saudi sebagai negara sahabat juga tidak bisa bersikap kaku dengan Indonesia yang sudah menjalin hubungan lama," kata Mustolih, kemarin. Pelaksanaan umrah disebut memengaruhi kepentingan dua negara. Dalam setiap kebijakan yang diambil, Saudi dinilai perlu memikirkan dan memperhatikan kepentingan dari negara lain.

Menurut dia, Saudi pun perlu memikirkan kebutuhan dalam negerinya, terutama yang berkaitan dengan pendapatan negara. Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengirimkan jamaahnya dalam satu musim umrah. "Data 2018 dan 2019, jamaah umrah dari Indonesia kisarannya 800 ribu sampai satu juta per musim umrah. Dampaknya tentu ke pihak mereka juga, dari bisnis perhotelan, katering, bahkan penerbangan," ujarnya menambahkan.

Kendati demikian, Mustolih mengatakan, Indonesia juga perlu melakukan upaya lebih dalam penanganan Covid-19. Masuknya Indonesia dalam daftar penangguhan Saudi sebagian besar disebabkan oleh hal tersebut. Menurut dia, kerja sama dengan pihak lain, seperti Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan asosiasi umrah, perlu dilakukan dalam proses percepatan vaksinasi

Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, pemerintah harus bisa meyakinkan Saudi terkait penggunaan vaksin yang umum digunakan di Indonesia. Pihak produsen vaksin, dalam hal ini Cina, juga harus dapat meyakinkan Arab Saudi bahwa vaksin tersebut sudah memenuhi standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Sehingga, kita semua bisa menggunakan vaksin tersebut dan bisa memasuki wilayah Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah umrah," kata Ace. Hal serupa sebelumnya disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Ia berharap pemerintah terus melakukan negosiasi dengan Saudi. Kementerian Agama juga diharapkan bisa menyesuaikan aturan yang ditetapkan Saudi.

Blokir

Jamaah umrah luar negeri yang melakukan umrah pertama di tahun baru Islam mulai tiba di Arab Saudi, Jumat (13/8). Sementara, Indonesia sampai saat ini masih dilarang mengirim jamaah ke Tanah Suci.

Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Firman M Nur menyampaikan, saat ini tidak ada opsi memberangkatkan jamaah dengan visa umrah. Sebab, status Indonesia masih di-suspend alias ditangguhkan dan sistem visanya masih terkunci.

"Pemerintah Arab Saudi sudah membuka umrah pada 1 Muharram 1443 Hijriyah atau 9 Agustus lalu. Namun status Indonesia masih suspend. Artinya orang Indonesia tidak bisa langsung ke Saudi," kata Firman kepada Republika, Jumat (13/8).

Selain adanya penangguhan dari Saudi yang membuat jamaah umrah Indonesia tidak bisa berangkat, sistem visa umrah juga terkunci. Akibatnya, proses visa elektronik pada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) belum bisa dijalankan.

"Jadi, kalau sudah punya visa umrah dan kalau sistemnya sudah tidak dikunci, calon jamaah bisa berangkat, tapi tidak bisa langsung ke Saudi karena statusnya di-suspend. Maka, dia harus menggunakan fasilitas transit di negara ketiga," tuturnya.

Dalam kondisi demikian, menurut Firman, sebetulnya Indonesia melalui Konjen RI di Jeddah sudah serius dalam melakukan diplomasi dengan Saudi agar jamaah umrah Indonesia bisa langsung ke Tanah Suci. Apalagi, lanjut Firman, ada harapan yang semakin besar ketika menteri agama diinformasikan akan berangkat Saudi untuk menemui Menteri Haji Saudi.

"Ini akan membuka harapan untuk dibukanya kembali dan diberi kesempatan bagi jamaah asal Indonesia untuk menunaikan ibadah umrah di Tanah Suci," katanya.

Sejak 9 Agustus lalu, Saudi memutuskan membuka kembali ibadah umrah bagi jamaah luar negeri secara terbatas dan dengan persyaratan ketat. Anggota Komite Nasional Haji dan Umrah Arab Saudi, Hani Ali Al-Amiri mengatakan, jamaah luar negeri mulai berdatangan. Para peziarah dari Nigeria menjadi yang pertama tiba pada pukul 21.00 malam waktu setempat, di Bandara King Abdulaziz Jeddah.

Dilansir di Saudi Gazette, Al-Amiri menegaskan perusahaan pelayanan siap menerima jamaah dari bandara dan hotel, serta mengawasi masuknya mereka ke Masjidil Haram. Izin umrah dikeluarkan melalui aplikasi "Eatmarna". Aplikasi yang sama juga akan mengatur masing-masing kelompok selama ibadah umrah atau saat mengunjungi Madinah.

Al-Amiri menambahkan, jamaah dapat membeli seluruh program umrah, termasuk penerbangan, transportasi, hotel, serta memilih perusahaan umrah melalui platform elektronik. Mereka dapat mendaftar program umrah dan melakukan pembelian paket layanan melalui e-portal “Maqam”.

Pelaksanaan umrah dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Biro perjalanan umrah wajib mengalokasikan 10 persen kamar hotel di lingkungan akomodasi jamaah asing sebagai tempat isolasi. Jumlah tamu di setiap kamar tidak boleh melebihi dua orang untuk memastikan prosedur keselamatan jamaah dari virus Covid-19.

Kementerian Haji dan Umrah menetapkan syarat bahwa bus yang digunakan untuk mengangkut jamaah tidak boleh melebihi 50 persen dari kapasitas. Hal ini merupakan bagian dari syarat komitmen sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19.

Menurut Endang, pihak-pihak terkait di Saudi masih terus melakukan koordinasi, khususnya antara Kementerian Haji dan Umrah dengan Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Koordinasi dilakukan untuk memastikan diperlukan atau tidaknya penyuntikan satu dosis tambahan (booster) bagi calon jamaah umrah luar negeri yang sudah memperoleh dosis penuh dari vaksin Sinovac dan Sinopharm.(rep)