Ilmuwan Indonesia Ini Ternyata Salah Satu Pemilik Hak Paten Vaksin AstraZeneca

Ahad, 01 Agustus 2021

Carina Joe/ foto: intisari

JAKARTA, Riautribune.com - AstraZeneca merupakan salah satu vaksin yang digunakan di negara-negara di dunia dalam program vaksinasi nasional, termasuk oleh Indonesia.

Vaksin ini merupakan vaksin asal Inggris yang dikembangkan oleh para ahli yang tergabung bersama tim Jenner Institute. Tim tersebut dipimpin Profesor Sarah Gilbert, ilmuwan Inggris yang baru-baru ini mendapat standing ovation saat hadir di laga pembuka kejuaraan tenis akbar Wimbledon 2021.

Nah, ada satu lagi orang Indonesia di balik terciptanya vaksin AstraZeneca, yaitu Carina Joe. Wanita bernama lengkap Carina Citra Dewi Joe ini adalah peneliti di Jenner Institute University Oxford.

Dalam video di YouTube Kompas TV pada Jumat (30/7/2021), wanita yang dulu bercita-cita menjadi dokter atau insinyur ini menjelaskan hak paten seperti apa yang dia pegang.

"Paten itu enggak cuma satu doang," ujarnya seraya menerangkan total ada lebih dari enam pemegang hak paten vaksin virus corona Oxford-AstraZeneca karena bidangnya berbeda.

Lebih lanjut Carina menguraikan, dirinya memegang hak paten tentang manufacturing scale up atau produksi dalam skala besar. Sederhananya, tanggung jawab Carina Joe adalah menemukan cara agar vaksin AstraZeneca bisa diproduksi lebih banyak. "Karena percuma kan kalau kita menemukan vaksin, oh ini vaksin efektif, tapi kita enggak bisa produksinya."

Carina mengaku seperti mendapat proyek besar saat menerima tawaran, karena hasil kerjanya nanti akan memengaruhi langsung kehidupan masyarakat secara global.

"Terus perasaannya ada senangnya ada susahnya juga," ujar Carina dikutip dari Live Instagram Desra Percaya bersama Indra Rudiansyah dan Ganjar Pranowo, Minggu (25/7/2021).

Carina pun menceritakan selama memproduksi vaksin AstraZeneca seluruh tim bekerja super keras, bahkan sampai tujuh hari seminggu dalam waktu 12 jam sehari, tanpa libur dan istirahat selama 1,5 tahun. "Kita bekerja super keras, saya pikir setengah mati sih."

"Pas pandemi itu kita kerja tujuh hari seminggu, lebih dari 12 jam sehari. Tanpa libur tanpa istirahat selama 1,5 tahun itu. Supaya itu bisa digunakan di seluruh dunia," ungkap Carina Joe.***