Harga-harga Naik Rakyat Ngelus Dada

Rabu, 20 Januari 2021

ilustrasi internet

JAKARTA - riautribune : Sejak awal tahun, berbagai kado pahit berupa kenaikan harga-harga, datang beruntun. Dimulai dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, berlanjut kenaikan tarif tol. Di saat bersamaan, harga berbagai bahan pokok juga naik. Mulai dari kedelai, tahu, tempe, telur, cabe, dan teranyar daging sapi. Menghadapi kenyataan ini, ditambah getirnya serangan Corona yang sudah berbulan-bulan ini, rakyat hanya bisa mengelus dada.

 

Kabar pertama datang dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang menaikkan iuran kelas III. Per 1 Januari 2021, iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau Kelas III mandiri, kini Rp 35.000 per bulan atau naik Rp 9.500 dari sebelumnya Rp 25.500. Pemerintah memutuskan mengurangi bantuan iuran dari Rp 16.500 menjadi Rp 7.000 per orang.

 

Tak lama setelah itu, datang kabar kenaikan tarif tol. Mulai 17 Januari 2021, Jasa Marga menaikkan tarif tol di sembilan ruas jalan tol di Pulau Jawa. Kenaikan bervariasi dari Rp 500 sampai Rp 3.000. Kenaikan tarif berlaku pada semua golongan kendaraan.

 

Di saat yang bersamaan, harga berbagai bahan pangan juga merangkak naik. Diawali dengan kenaikan harga telur. Kenaikan harga telur sudah dirasakan sejak Desember tahun lalu. Di sejumlah pasar tradisional, harga telur melonjak hingga Rp 30 ribu per kilogram. Padahal biasanya harga telur ayam di kisaran Rp 22-Rp 23 ribu per kilogram.

 

Setelah itu, gantian harga kedelai yang melonjak. Kenaikan itu membuat perajin tahu dan tempe protes dan melakukan mogok kerja selama tiga hari, awal Januari lalu. Setelah itu, harga tahu dan tempe yang biasa dibanderol Rp 4 ribu naik seribu menjadi Rp 5 ribu.

 

Harga cabe rawit juga ikutan naik. Sejak akhir tahun lalu, sampai pertengahan Januari 2021, harga cabe rawit masih terus melonjak. Tadinya harganya dipatok Rp 40 ribu per kilogram, sekarang menjadi Rp 60 ribu bahkan bisa mencapai Rp 90 ribu per kilogram. Kenaikan disebabkan pasokan yang berkurang. Kenaikannya diperkirakan bertahan hingga Februari nanti.

 

Teranyar adalah kenaikan harga daging sapi. Sepekan terakhir, harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional di Jakarta, terus meroket. Harga daging sapi khas atau bagian paha belakang naik dari Rp 100 ribu menjadi Rp 125 ribu per kilogram. Sementara harga daging sapi murni naik dari Rp 110 ribu menjadi Rp 121 ribu per kilogram.

 

Kenaikan harga daging sapi itu membuat sejumlah pedagang daging di Jabodetabek melakukan mogok jualan mulai hari ini sampai Jumat mendatang. Aksi ini merupakan protes Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) kepada pemerintah karena tingginya harga daging sapi di pasar sejak awal tahun.

 

Ketua Umum APDI, Asnawi belum bisa bicara banyak kenapa para pedagang memutuskan mogok jualan. Pedagang juga akan melakukan rapat dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) membahas ini. “Besok (hari ini) saya sampaikan bagaimana hasilnya,” kata Asnawi, kemarin.

 

Bagaimana tanggapan DPR dengan kenaikan harga-harga tersebut? Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin mengatakan, sudah mewanti-wanti pemerintah terkait gejolak harga pangan sejak awal tahun lalu. Saat itu, berbagai komoditas pangan seperti kedelai, cabe, telur ayam, hingga daging sapi, mulai melonjak. Namun, hal itu rupanya tidak dijadikan peringatan dini oleh pemerintah. Akibatnya, berbagai komoditas pangan meroket di awal tahun ini.

 

“Persoalan ini terus berulang tiap tahun. Masih banyak masalah terutama di tata niaga. Ada indikasi, pasokan ditahan agar harga naik untuk menikmati keuntungan yang besar,” kata Andi, kemarin. Kondisi ini, kata dia, harus jadi atensi Satgas Pangan. Satgas harus memastikan komoditi ada di pasaran. Kalau ada kenaikan harga, segera antisipasi dengan melakukan operasi pasar.

 

Menurut dia, pihak yang paling terdampak dari gejolak harga pangan adalah konsumen yang kebanyakan adalah masyarakat kecil. “Kasihan mereka, di saat menghadapi resesi ekonomi makin kesusahan,” ucapnya. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi ikut menyoroti kenaikan tarif tol di sembilan ruas tol di Pulau Jawa. Menurut dia, kenaikan tersebut tidak tepat di saat sekarang kondisi ekonomi belum pulih akibat resesi.

 

Kalau pun naik, kata Tulus, golongan kendaraan umum dan kendaraan barang, tarifnya jangan ikut dinaikkan. Pasalnya, bila tarif tol kendaraan umum dan barang naik, imbasnya berupa kenaikan harga di tengah masyarakat. “Kalau mau lihat indikator ekonomi, ya mestinya jangan naik dulu,” kata Tulus.

 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai, sah-sah saja pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hanya saja, kenaikan ini dilakukan saat terjadi pelemahan daya beli masyarakat. “Waktunya tidak tepat. Sebaiknya ditunda saja,” tukasnya.

 

Warganet ikut mengomentari naiknya harga-harga. @Melllsss29 berharap kenaikan harga-harga dibarengi kenaikan gaji. “Harga sembako, cabe cabean, BPJS juga naik.. semoga gaji ikutan naik.. Aamiin,” cuitnya. “BPJS naik, tempe naik, tahu naik, cabe naik, telur naik, daging naik. Harga-harga naik, rakyat cuma bisa ngelus dada,” ujar @SayaAdith.

 

@Ophan_Lamara mengaku kesal dengan oknum yang menaikkan harga di tengah kesusahan rakyat. “Mereka tega !! Saat hidup sudah sangat sesulit ini, mereka malah menaikkan harga. Harga bahan pokok juga mulai pada naik di pasar-pasar. Tega !!!” ujarnya. “Tega-teganya naikin iuran BPJS kelas 3 lagi,” cuit @sri_saryani. (rm)