REZIM VS RAKYAT

Jumat, 16 Oktober 2020

PEKANBARU - riautribune : Secara historis, kata Firaun merupakan gelar bagi penguasa Mesir di era Nabi Musa. Namun, secara hakikat, Firaun ini bisa juga menjelma menjadi suatu sifat yang jika tidak diwaspadai bisa merasuk kedalam diri para pemegang kebijakan alias penguasa. Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka.

 

Hari ini kita saksikan penerapan hukum yang janggal, beda perlakuan antara pendukung dan pengkritik penguasa, sehingga hukum menjadi begitu agresif bagi para pengkritik, sepertinya penguasa sedang menantang dan menganggap Rakyatnya sebagai musuh, tangkap, intimidasi dan jatuhkan mentalnya. Sejarah membuktikan, peristiwa-peristiwa seperti ini justru membangkitkan api dan semangat perlawanan bagi mereka yang mencintai Bangsanya.

 

Sepertinya kita sedang melakukan perlawanan hebat melawan imperialism, kolonialisme dan kapitalisme gaya baru yang memang sudah di rancang sejak lama, hal ini bukan peristiwa kebetulan, akan tetapi design yang matang dan terstruktur. Dari peristiwa inilah akan tercipta persatuan rakyat dan semangat perlawanan yang musuhnya justru dari kalangan kita sendiri yakni dari para pengkhianat, musuh sesungguhnya tidak akan pernah terlihat sampai kapan pun. Inilah metode penjajahan modern yang lebih terselubung dan teknologis, seperti intervensi industri dan korporasi global.

 

Anda tahu sendiri, 2% penduduk negeri ini menguasai 70% dari kekayaan Negri. Apa yang terjadi pada 98%-nya, jika mereka akhirnya merasa hidup mereka sudah ditakdirkan (given) menjadi proletar alias miskin turun-temurun. Tindakan-tindakan yang bersekutu dengan kepentingan pemodal, seperti menjadi komprador, hingga pembuatan kebijakan atau penyusunan regulasi yang menguntungkan kapitalis dan merugikan banyak pihak sendiri, inilah yang disebut pengkhianat.

 

Tindakan-tindakan kelompok penguasa yang menciptakan permusuhan kepada rakyatnya sendiri dapat dicemplungkan dalam golongan pengkhianat. Karena ia bukan hanya mengkhianati kodrat bangsanya, melainkan juga khianat pada tujuan, konstitusi, hingga dasar negara yang sudah dimufakati bersama. Bagi siapa pun yang tergolong dalam pengkhianatan, kita tahu dalam sejarah apa yang sanksi dan hukuman yang harus dikenakan padanya. Mereka tidak lagi dapat dimasukkan ke kategori criminal biasa dengan hukum pidana yang berlaku, karena kerusakan atau kehancuran yang masif akibat perbuatannya tidak mungkin diakomodasikan hukum formal yang ada.

 

Pengkhianatan harus diganjar dengan hukum perang (extraordinary) pengertian abstrak maupun praktis. Salah satu dari hukuman para komprador atau pengkhianat biasanya dieksekusi, dieliminasi, atau katakanlah tembak “di tempat”. Tidak dibutuhkan lagi proses-proses tribunal.

 

Secara historis, kata Firaun merupakan gelar bagi penguasa Mesir di era Nabi Musa. Namun, secara hakikat, Firaun ini bisa juga menjelma menjadi suatu sifat yang jika tidak diwaspadai bisa merasuk kedalam diri siapapun, terutama para pemegang kebijakan alias penguasa. Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka.

 

Oleh: Bambang Rumnan, SH, MH.
Penulis adalah seorang pengamat Politik dan Hukum, juga sebagai Advokat di Pekanbaru