TB Hasanuddin: Bila Tak Mau Pakai Produknya, Bubarkan Saja Industri Pertahanan

Jumat, 27 November 2015

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI perjuangan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin.(internet)

JAKARTA-riautribune:Pada tahun 2009, sesuai dengan rencana strategis pengadaan helikopter, DPR menyetujui pengadaan helikopter produk PT DI sebanyak 16 unit atau sama dengan satu squadron, yang terdiri dari helikopter angkut/SAR dan helikopter angkut VVIP.

Dari 16 unit itu, diprogram dalam 2 tahap yaitu renstra 2009/2014 dan renstra 2015/2019. Dan semua direncanakan akan dibeli dari dalam negeri produk PT DI.  Dalam renstra 2009/2014 telah terpenuhi sebanyak 6 unit helikopter Super Puma dan sisanya 10 unit lagi akan diselesaikan dalam renstra 2015/2019 .

Dalam hal ini, TNI AU tetap konsisten menggunakan produk dalam negeri sesuai dengan UU 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Dan untuk memenuhi 10 unit lagi, demi kelancaran produksi dan percaya pada komitmen TNI AU saat itu, maka Pt DI telah melakukan investasi dalam rangka persiapan pembuatan kesepuluh helikopter tersebut.

Demikian disampaikan anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI perjuangan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin dalam keterangan beberapa saat lalu (Jumat, 27/11). Penjelasan ini disampaikan TB Hasanuddin setelah menyimak penjelasan KASAU terkait tentang rencana pembelian helikopter jenis AW 101 untuk VVIP buatan Italia

"Sangat disesalkan kalau kemudian muncul ide mengubah pembelian helikopter Super Puma produk PT DI menjadi AW 101 buatan Itali-Inggris . Di samping merugikan negara dalam hal ini PT DI yang sudah berinvestasi banyak, juga telah melanggar UU 16/2012 pasal 43 ayat  bahwa pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan produksi dalam negeri," ungkap TB Hasanuddin.

TB Hasanuddin juga menegaskan bahwa kebijakan mengganti Super Puma dengan AW 101 sejatinya tidak sesederhana dan semudah itu. Karena heli Agusta Itali harus menggandeng industri dalam negeri sesuai pasal 43 ayat 5, yaitu  harus mengikutsertakan industri pertahanan dalam negeri; adanya kewajiban alih tehnologi; adanya imbal dagang; mengikuti ketentuan kandungan lokal; aturan ofset daan lain-lain. Dan untuk ini semua, harus mendapat izin dari Presiden karena Presiden adalah ketua KKIP sesuai pasal 22 dalam UU tersebut .

"Siapa lagi yang mau menggunakan produk dalam negeri, kalau bangsa sendiri tidak mau menggunakannya. Dengan membeli dari PT DI maka 30 persen dari uang rakyat itu akan kembali ke negara, setidaknya dalam bentuk pembelian bahan baku lokal , dan 700 tehnisi anak bangsa bisa melanjutkan hidupnya dari perusahaan ini," kata TB Hasanuddin.

"Bubarkan saja industri pertahanan, kalau kita sendiri tidak mau memakai produknya," sambung TB Hasanuddin.

TB Hasanuddin pun berharap, seandainya ada hal yang kurang beres baik dalam hal kemampuan tekhnis atau tata kelolanya maka ini harus diperbaiki bersama. Jangan kemudian dialihkan pembeliannya ke produk luar negeri. Sebab majunya industri pertahanan ini membutuhkan komitmen bersama semua anak bangsa .

"Pada kesempatan pertama, insya Allah DPR akan menanyakan alasan mengapa program pembelian dari PT DI ini di batalkan dan diganti dengan pesawat lain. DPR juga akan melakukan investigasi berapa harga sesungguhnya mengingat harga satu unit AW 101 seharga 55 juta dolar AS itu diperkirakan sangat mahal DPR juga akan menanyakan, apakah pemilihan AW 101 itu sudah seizin ketua KKIP yang dalam hal ini dijabat oleh presiden? Perlu penjelasan terbuka agar rakyat tidak bingung," demikian TB Hasanuddin.(rmol/rt)