BUMD di Riau layak di Evaluasi, Belum Berikan Manfaat Bagi Pembangunan

Selasa, 09 April 2019

Pengamat Riau

PEKANBARU-riautribune: Sebagai salah satu unsur civil society di Riau, Ikatan Pemuda Karya Pekanbaru (IPP) menilai bahwa saat ini keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada umumnya belum mampumemberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Demikian diungkapkan oleh IPP melalui salah satu pengurusnya Harry Data kepada wartawan dan sejumlah tokoh di Pekanbaru baru-baru ini.
  Hary menegaskan bahwa, bukan saja kontribusi terhadap pembangunan daerah, seperti PAD, BUMD ini juga belum mampu membuka lapangan kerja bagi angkatan kerja yang ada di Riau, bahkan spirit public service yang harusnya diwarnakan oleh BUMD pun belum tampak. Dari sekian banyak BUMD, hanya Bank Riau Kepri yang baru bisa memperlihatkan kiprahnya, dan memberikan keuntungan bagi daerah. 

"Harusnya dimaksimalkan untuk memberdayakan putra putri di Pekanbaru. Pada umumnya BUMD yang ada di Riau itu kan prospeknya kan lebih kepada ekonomi, tapi sejauh ini kita lihat terkesan silent saja," kata Harry dalam diskusi bersama akademisi Riau

  Sementara itu, salah seorang akademisi dari Universitas Riau, Saiman Pakpahan yang juga dikenal sebagai salah seorang tim transisi Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, Syamsuar-Edy Natar menyampaikan. Pemerintah harus bisa mengembangkan sayap usaha dari keuntungan bisnis BUMD. Keuntungannya kemudian akan digelontorkan ulang kepada masyarakat. 

"Kehadiran BUMD menjadi sangat penting. Jika direview keberadaan BUMD, harusnya tidak boleh ada istilah pemerintah yang melahirkan dan BUMD yang dilahirkan. Karena akan terbuka peluang dan potensi untuk melakukan abuse of power, atau penyalahgunaan wewenang," ujar Saiman yang hadir dalam kesempatan itu. 

Keberadaan BUMD hingga saat ini yang masih menjadi persoalan, menurut Saiman harus diidentifikasi apa yang menjadi persoalan di masing-masing BUMD tersebut. 

"Prinsipnya BUMD harus patuh ownernya,yakni kepala daerah. Maka itu, melanggar etika bisnis, jika mereka menjalankan bisnis tanpa arahan. Inilah yang akhirnya mengantarkan BUMD berpotensi menjadi sapi perah. Maka dari itu, harus dievaluasi, dikontrol, sehingga BUMD benar-benar dirasakan dampaknya oleh masyarakat," jelasnya. 

Oleh karena itu, dikatakannya, pemerintah hari ini harus bisa mengakhiri hal itu, dengan menghilangkan tradisi lama dalam memilih dan menempatkan orang-orang di BUMD. 

"Kita berharap gubernur dan wakil gubernur hari ini bisa membaca realita itu. Di BUMD tersimpan harapan pembangunan. Jika dibiarkan orang tak berkompeten dalam BUMD, kemudian pemerintah meletakkan saham paling besar di situ, maka itu menjadi sebuah keduanguan," paparnya. 

Pendekatan yang dilakukan dalam seleksi menurut Saiman adalah berdasarkan profesionalisme. Kalaupun ada kedekatan, menurutnya juga tidak masalah, namum itu tidak boleh menjadi pertimbangan awal dan mendasar. 

"Kalau berdasarkan kedekatan, maka BUMD hanya akan habis di situ saja, tradisi lama masih tetap berlaku. Ketika pendekatannya profesionalisme, maka di situlah awal dari perubahan BUMD kedepan. Kedekatan boleh saja, tapi tidak boleh menjadi dasar pertimbangan awal. Yang utama itu tetap profesionalisme," ujarnya. (ale) 

Foto Perwakilan dari Ikatan Putra Pekanbaru, Harry Datta Bakri dan salah seorang akademisi dari Universitas Riau, Saiman Pakpahan, saat diskusi tentang BUMD di Riau.(RLS)