"Ketika Musibah Asap, Berbuah Resah Parkir"

Selasa, 03 November 2015

PEKANBARU-riautribune: Beberapa pekan belakangan, masyarakat Riau khususnya Pekanbaru mulai bernafas lega. Musibah kabut asap yang meresahkan warga lebih kurang tiga bulan perlahan menghilang seiring turunnya hujan lebat selama beberapa hari. Kerinduan melihat sinar matahari yang lama tertutup kabut asap pun terobati.

Belum lama menikmati udara segar tanpa asap, kini muncul hal baru cukup meresahkan warga Pekanbaru khususnya. Keresahan itu dipicu oleh Perda yang disahkan Pemko bersama DPRD Kota Pekanbaru tentang Parkir di Tepi Jalan Umum, Senin (2/11) kemarin. Kelahiran Perda ini seakan menjadi trending topik di tengah-tengah warga Pekanbaru, mengalahkan perbincangan mengenai musibah kabut asap. Bagaimana tidak, kenaikan biaya parkir yang fantastis itu, menjadi isu yang cukup meresahkan. Sepeda motor yang semula Rp1000 naik menjadi Rp5000, mobil yang awalnya Rp2000 naik menjadi Rp8000.

"Kita tidak tahu apa filosofi Pemko dan DPRD Pekanbaru bersepakat menaikkan parkir hingga 400 persen lebih. Kalau hanya didasari ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mengurai kemacetan, itu pilihan yang sangat tidak cerdas. Sebagai kota perdagangan dan jasa, kenaikan tarif parkir sebesar itu bisa mematikan laju ekonomi warga. Bayangkan, untuk pergi minum kopi saja dengan harga Rp7000 pergelas, kita harus bayar parkir Rp8000 jika pakai mobil. Dimana logika ini," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Pembangunan Riau (LKPR) DR. Yanuar Hamzah, M.Si.

DR. Yanuar mengatakan hal tersebut dalam acara Diskusi Malam Lembaga Kajian Pembangunan Riau dengan tema "Ketika Musibah Asap Berbuah Resah Parkir" yang digelar di kedai kopi Kok Tong, Jalan Riau Komplek Grand Elit Senin (2/11) malam. DR. Yanuar melihat, kenaikkan tarif parkir tersebut sangat bertentangan dengan kondisi kehidupan ekonomi rata-rata masyarakat di Indonesia saat ini.

"Ekonomi masyarakat kita saat ini sedang sulit. Untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari saja kita lihat masyarakat berjibaku. Mestinya kan dalam kondisi seperti ini pemerintah melahirkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Jangan malah mendorong masyarakat melakukan "bunuh diri massal" karena makin terhimpit beban ekonomi. Cobalah dicari cara lain yang lebih elegan jika memang ingin menaikkan PAD atau mengurai kemacetan," ujar akademisi Universitas Riau ini.

Diskusi malam LKPR tersebut berlangsung santai dan mendalam. Beberapa pakar hadir mengemukakan pandangannya seputar isu parkir tersebut. Tampak DR. Ing Lazuari Umar, Mardiansyah, S.Hut, M.Si, Drs. H. Fahrullazi. Masing-masing mengupas isu parkir dalam perspektif yang berbeda. Diskusi rutin ini adalah bentuk sumbang saran dan pemikiran para pakar terhadap pembangunan Riau yang terus bergerak. (ehm)