Kampungnya Dipatok Perusahaan, Warga Bantan dan Bengkalis Resah

Senin, 02 November 2015

BENGKALIS-riautribune: Kabar tentang patok mematok kawasan perkebunan dan bahkan rumah warga di sejumlah desa di Kecamatan Bantan dan juga Bengkalis oleh perusahaan perkebunan PT. Rimba Rokan Lestari, kini hangat dibicarakan. Benih-benih gerakan penolakan dari masyarakat mulai terdengar, di lain pihak sejumlah anggota dewan juga siap membela hak masyarakat.

Seperti disampaikan anggota DPRD Bengkalis Dapil Bengkalis-Bantan, Irmi Syakip Arsalan, S.Sos, Ahad (01/11). Menurutnya, secara internal di DPRD Bengkalis juga sudah mulai membahas persoalan tersebut, hanya memang sifatnya belum formal, hanya membicarakan duduk persoalan dan langkah-langkah yang akan diambil.

“Kita sudah dengar kabar itu, ada yang kita baca lewat media ada pula yang menyampaikan ke kita langsung. Terus terang kita sangat prihatin dengan kondisi ini. Kawan-kawan di dewan juga sudah membahasnya, siap bersama masyarakat membela dan memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka,” sebut Irmi Syakip.

Ditambahkannya, kendati begitu pihaknya tetap membutuhkan data-data di lapangan, seperti apa klaim yang dilakukan PT. Rimba Rokan Lestari. Penanaman hutan lindung atau untuk Hutan Tanaman Industri (HTI). “Kabarnya memang sudah ada sosialisasi di tengah masyarakat tentang penanaman akasia, tapi kita juga tidak tahu seperti apa sosialisasinya. Karena tak mungkin masyarakat kaget ketika ada perusahaan yang mematok lahan mereka,” sebut politisi PKB ini lagi.

Ketua KNPI Bengkalis ini juga mengaku menyesalkan pihak-pihak yang telah memberikan izin kepada perusahaan tersebut. Kuat dugaan izin yang katanya dikeluarkan Kemenhut tersebut, seperti “tembak atas kuda”. Tidak pernah turun ke lapangan, tidak tahu pasti di mana lokasinya, apakah ada pemukiman atau tidak. “Ini aneh, izin dikeluarkan tahun 1998, sementara masyarakat di sana sudah bertempat tingga puluhan tahun sebelum itu. Jelas ini keteledoran pemerintah dan tidak bisa dibiarkan,” sebut Irmi Syakip lagi.

Kendati demikian, Ikip menyarankan kepada kelompok-kelompok masyarakat untuk tidak gegabah dan melakukan upaya-upaya ekstrim untuk menolak rencana perusahaan. “Saya sarankan bentuk forum atau aliansi apa yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Lalu secara tertulis melaporkan hal ini ke DPRD dan nantinya kita bersama-sama berusaha mencari jalan keluar terbaik, tentang langkah apa yang harus kita lakukan,” sebut Irmi Syakip lagi.

Memicu Konflik Agraria
Seperti pernah diberitakan, sejumlah masyarakat di Desa Jangkang dan Bantan Air kaget bukan kepalang. Mereka mendapat kabar bahwa sebagian perkampungan mereka diklaim PT. Rimba Rokan Lestari, masuk ke dalam konsesi perkembangan penanaman pohon akasia. Spontan hal itu membuat masyarakat resah, dan bakal memicu terjadinya konflik agrarian antara masyarakat dengan perusahaan.

Hal itu berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) yang dikeluarkan Menteri Kehutanan Nomor SK Izin: 262/Kpts-II/1998 Tanggal 27 Februari 1998, dengan luas area 14.875 melalui status izin aktif dan status izin permodalan swasta. Terkait izin tersebut, dosen STAIN Bengkalis, H. Amrizal M.Ag berujar kemungkinan potensi konflik agraria sudah berada di depan mata dan akan terjadi di ibu kota Bengkalis, antara PT. Rokan Rimba Lestari dengan masyarakat.

Dua kepentingan antara PT. Rimba Rokan Lestari yang mengklaim mengantongi IUPHHK-HT seluas 14.875 hektar dengan kepentingan lain yakni kelompok masyarakat yang sudah bertempat tinggal dan beranak pinak jauh di bawah tahun 1998. “Dua kepentingan ini akan saling bertabrakan, dan potensi konflik agraria kemungkinan besar akan terjadi di daerah ini. Perlu kearifan pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan. Pemerintah daerah juga harus bergerak cepat sebelum patok perusahaan semakin dalam tertancap dan sikap penolakan masyarakat menjadi bom waktu yang siap meledak,” saran Amrizal. (afa)