Prof Erlyn: "Hukum Harus Dipahami Dari Berbagai Paradigma, Namun Konsisten"

Rabu, 07 November 2018

Dekan Hukum UR Dr.Firdaus Menerima sirih dalam agenda tari persembahan Seminar Nasional kontroversi hak caleg mantan koruptor yang digelar Fakultas hukum UR

PEKANBARU- Kontroversi mengenai larangan seorang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai calon legislatif hendaknya dilihat dari sisi filosofi hukum, dimana ada sudut yang melihat bahwa perlindungan moral hukum masyarakat dan moral hukum individu juga memiliki tempat tersendiri dalam pandangan filsafat hukum. Demikian diungkapkan oleh Prof.Erlyn Indarti, ketika hadir sebagai nara sumber dalam seminar nasional yang di taja oleh Fakultas Hukum Universitas Riau, Rabu (7/10) disalah satu Hotel di Pekanbaru.
  Dihadapan ratusan peserta, Prof Erlyn mengajak penstudi hukum dan para praktisi untuk memahami terlebih dahulu, sebuah keputusan hukum dari sisi filosifi hukum, sehingga bisa menjawab perdebatan yang terjadi dikalangan masyarakat.
  "Kita tidak bisa menjawab, keputusan mengenai hak seorang mantan Napi koruptor untuk mencaleg, sebagai sebuah keputusan tunggal, namun harus dilirik bagaimana hal itu kemudian di putuskan. Dalam sebuah tatanan, Negara memiliki kewajiban perlindungan moral, baik itu terhadap individu, maupun masyarakatnya. Disini, seorang napi korupsi, sebagai individu yang dilindungi negara, juga harus diberikan haknya, dan hak itu dilindungi oleh negara, inilah yang kemudian dijawab sebagai sebuah keputusan hukum,"Ucap Prof Erlyn kepada audiens seminar nasional.
  Pada kesempatan ini, guru besar bidang hukum ini juga menegaskan bahwa konsep memahami hukum itu bukan tunggal, karena terdapat beberapa paradigma yang dipakai, intinya seorang penstudi hukum harus konsisten dalam memahaminya.
  Pada kesempatan berbeda, narasumber lain, Dr.Mexsasai Indra yang juga Wakil Dekan I bidang akademik menuturkan, awal munculnya kontroversi atas keputusan Bawaslu yang membolehkan mantan Napi untuk mencaleg yakni.
 "Kita tidak bisa melihat keputusan ini berdiri tunggal, adalah sebuah proses yang dijalaninya, pertama, harus diingat bahwa KPU tidak memiliki kewenangan untuk membuat norma larangan, karena harus dibuat dalam bentuk undang-undang. Kedua, berdasarkan pasal 10 KUHP dimana pencabutan hak tertentu, (termasuk didalamnya hak politik), masuk dalam hukum/pidana tambahan, oleh karena pencabutan hak politik masuk dalam kualifikasi hukum/pidana sebagai dimaksud dalam ketentuan pasal 10 KUHP, Ketiga, pencabutan Hak tertentu hanya dapat dilakukan melalui sebuah keputusan pengadilan. Jadi inilah yang kemudian harus dipahami oleh kita semua, sehingga mata tidak lagi tertuju pada satu sudut yang melihat ketidak berdayaan KPU,"Ucap Mexsasai.
  Turut hadir dalam acara seminar Nasional ini Ketua KPU Provinsi Riau Dr.Nurhamin, S.Pt,MH, Moderator Kandidat Doktor Mukhlis,SH,MH, dan dari kalangan praktisi Kepala Devisi lapas Kemenkumham, Dr.Rudi Pardede dari Poltabes Pekanbaru. 
  Ketua KPU Riau Dr Nurhamin dalam makalahnya menuturkan pihak KPU memandang PKUPU Nomor 20 tahun 2018 dari dua sisi yakni.
"KPU tidak melakukan Abuse of Power karena KPU hanya menjalankan tugas dan kewenangan sebagai penyelenggara Pemilu yang memiliki kewenangan, merumuskan aturan penyelenggaraan (electoral law), dan pelaksanaan pemilu (electoral proses)  yang independen karena sifatnya full outhority. Kedua, dari segi substansi berdasarkan asas pembentukkan peraturan perundang-undangan, harus diakui bahwa PKPU ini tidak sesuai dengan asas kesesuaian antara, herarki, jenis, materi dan muatan. Karena bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya, yaitu UU no 17 tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Makamah konstitusi, maka PKPU ini dapat dikatakan batal demi hukum, dengan konsekwensi tidak memiliki kekuatan hukum mengikat kepada siapapun,"ucapnya.
  Pada kesempatan berbeda, Dekan Hukum UNRI Dr.Firdaus menuturkan melalui kegiatan seminar nasional, Fakultas hukum UNRI ingin ada sebuah refresh wawasan baru tentang pengetahuan hukum, dengan agenda ini, bukan saja mengisi wawasan tenaga pengajar, tetapi juga mahasiswa dan penstudi hukum lainnya yang ada di Riau.
  "Kami berharap, melalui agenda-agenda ini, muncul sebuah diskusi yang memberikan pehamanan keilmuan yang lebih baik dalam perkembangan ilmu hukum di Riau,"ucap Firdaus. (RLS)