Perihal Pencemaran Nama Baik Saksi Ahli Pidana Beri Keterangan

Selasa, 16 Oktober 2018

PEKANBARU-riautribune: Persoalan Undang-undang Pers jika tidak selesai dengan Dewan Pers, maka orang yang merasa dirugikan dengan suatu pemberitaan bisa melapor ke aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian.

Pendapat ini dikatakan Erdiansyah SH MH dihadapan majelis hakim yang diketuai Yudi Silaen SH saat menjadi saksi ahli pidana kasus pencemaran nama baik dan ITE dengan terdakwa Toro, baru-baru ini. 

Dosen Fakultas Hukum Unri ini juga menerangkan menurut Pasal 27 ayat 3 UU ITE, ada tiga unsur orang terjerat kasus ITE. Yakni diantaranya, dengan sengaja melakukan penghinaan atau menyudutkan dan merusak nama baik seseorang dengan berita serta menguplodnya melalui elektronik.

Menurutnya, Dalam UU ITE mendistribusikan adalah menyalurkan kata atau berita melalui elektronik dan bagi siapapun bisa membukanya tanpa izin siapapun. Sedangkan Transmisi, mengirim muatan kata atau berita tapi tidak semua orang bisa melihatnya seperti SMS.

''Nah, pertanggungjawabannya kalau melakukan pidana, tentu harus diminta pertanggungjawabannya, kalau perusahaan tentu direkturnya yang bertanggungjawab,'' jawab Erdiansyah yang sudah ratusan kali jadi saksi ahli ini ketika ditanya jaksa penuntut umum (JPU), Sapril SH.

Ketika majelis hakim Yuli Silaen SH menanyakan pada saksi soal MoU Dewan Pers dengan aparat kepolisian? Erdiansyah menjawab, kalau MoU tidak mengikat yang mengikat itu perundang-undangan dan majelis hakim bisa mengambil keputusan terkait kasus ini. 
 "Kalau MoU Tidak Mengikat ,yang Mengikat itu Perundang-undangan, Menguplod Berita Berulang-ulang, Tentu ada Niat Jahat Disana,"Ucapnya dihadapan hakim


Apalagi dalam kasus ini menguplod berita yang berulang-ulang, tentu ada niat jahat disana. Ketika ditanya sejumlah media online atau cetak memberitakan seseorang, tapi yang satu dilaporkan dan satu lainnya tak dilaporkan? Erdiansyah menjawab, kalau berita masih kutipan tentu pihak pertama yang menguplod bersalah, tapi kalau materi beda, tentu juga bisa dilaporkan.

Sementara terdakwa Toro yang dalam sidang kali ini tak didampingi satupun kuasa hukumnya menanyakan pada saksi ahli tentang kasus yang diberitakannya soal Bupati Amril apakah fitnah atau tidak? Erdiansyah menjawab, kalau yang dimaksud fitnah adalah berita yang tak sesuai fakta. 

''Mengenai berita yang diberitakan media elektronik, harus ada etika yang diperhatikan. Jika pemberitaan itu merugikan seseorang, maka harus ada hak jawab dari yang dirugikan,'' ungkapnya lagi dipersidangan. 

  Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Syafril SH dan Wilsa SH. Terdakwa Toro dinilai melanggar Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dimana perbuatan terdakwa dilakukan sekitar Januari hingga September 2017 lalu. Ketika itu, terdakwa memposting berita-berita www.berantas.co.id dengan judul headline antara lain, "Terkait Dugaan Korupsi Bansos Bengkalis Rp272 M, Bupati Amril Mukminin tak Kebal Hukum. Kemudian berita dengan judul "Bupati Amril Mukminin Diduga Terlibat, Polda Riau Diminta Tuntaskan Dugaan Korupsi Bansos Bengkalis. 

Judul lain, "Bupati Bengkalis Terancam Dilaporkan Balik ke Polda", "Bupati Amril Mukminin Resmi Dilaporkan ke Polda Terkait Dugaan Korupsi Dana Bansos Bengkalis'. Kemudian berita dengan judul "Kapolda Riau Pimpin Audiensi Pekembangan Kasus Dugaan Korupsi Bansos Bengkalis". Kemudian berita judul "Lagi-lagi Ketua DPRD Bengkalis Terakwa Koupsi Bansos Dituntut 8,6 Tahun Penjara, Kapolri Dituntut Usut Dugaan Keterlibatan Amril dkk". (NET)