Komisi VIII Kritik Jaksa Tuntut Korban Perkosaan Dipenjara

Senin, 17 September 2018

JAKARTA - riautribune : Komisi VIII DPR mengkritik kejaksaan yang mengajukan kasasi atas vonis bebas anak korban perkosaan oleh kakak di Jambi. Menurut mitra Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini, seharusnya kejaksaan mempertimbangkan aspek psikologis si anak.

"Saya kira penegak hukum, terutama kejaksaan, harus mempertimbangkan aspek psikologis anak, motif aborsi dan hal-hal yang lainnya," kata Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily, Minggu (16/9/2018) malam.  Terkait dugaan aborsi yang dilakukan si anak, Ace mengatakan kejaksaan harus mendalami motif terjadinya hal tersebut.

"Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah menjadi korban pemerkosaan, eh malah dituduh melakukan aborsi. Soal tuduhan aborsi yang kepada anak itu, seharusnya harus didalami motifnya. Bisa jadi dia melakukan itu disebabkan karena ketidaksengajaan atau pengetahuannya yang terbatas tentang pengetahuan kehamilan. Lagi pula soal kehamilan itu sebagai akibat tindakan pemerkosaan," ucapnya.

Ace mengatakan harusnya anak tersebut diberi pendampingan untuk pemulihan psikologis. Dia menyebut anak yang menjadi korban harus mendapat perlakuan khusus dan dilindungi dari jeratan hukum.

"Seharusnya kita empati terhadap anak itu yang diperkosa oleh kakaknya. Dalam posisi seperti itu, anak itu sejatinya diberikan pendampingan untuk mendapatkan pemulihan psikologis atas peristiwa pemeroksaan dan dilindungi oleh pihak-pihak terkait, misalnya pemerintah daerah yang memiliki dinas perlindungan anak. Bagaimanapun korban itu masih dalam usia 15 tahun yang seharusnya mendapatkan perlakuan khusus dan dilindungi dari jeratan hukum," ujar Ace.

"Selain itu, sebaiknya soal kekerasan seksual terhadap anak seharusnya mengacu pada UU Perlindungan Anak. Anak berhadapan dengan Hukum sebaiknya segera didampingi oleh otoritas pemerintah daerah atau Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak," sambungnya.


Sebelumnya, anak tersebut menjadi korban perkosaan kakaknya pada September 2017 lalu. Dia kemudian diduga melakukan aborsi atas kehamilannya pada Februari 2018 dan membuang janin yang kemudian diketahui warga serta menjadi awal mula penyidikan kasus ini.

Kemudian ditetapkan 3 tersangka, yakni:

1. Ibu sebagai tersangka karena diduga ikut membantu anaknya aborsi.
2. Si kakak jadi tersangka pemerkosaan atas adiknya.
3. Si adik jadi tersangka karena aborsi atas janinnya.

Pengadilan Negeri Muara Bulian kemudian memutus bersalah si kakak dan menjatuhi hukuman 2 tahun penjara dan 3 bulan pelatihan kerja. Si adik, yang menjadi korban perkosaan dihukum 6 bulan penjara dengan pelatihan kerja 3 bulan, sementara si ibu masih proses.

Si anak yang menjadi korban pemerkosaan kemudian mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Jambi kemudian membebaskan si anak. Namun, kebebasannya harus terganggu karena jaksa mengajukan kasasi dan ngotot memenjarakan anak korban perkosan. Jaksa meminta si anak dihukum 6 bulan penjara dengan latihan kerja 3 bulan. (dtk)