Ketua DPR: Politik Biaya Tinggi Merupakan Salah Satu Pemicu Korupsi di Indonesia

Jumat, 06 April 2018

Jakarta - Riautribune:Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai, politik biaya tinggi dalam demokrasi Indonesia telah menjadi salah satu pemicu korupsi di berbagai sektor. Oleh karena itu, sistem demokrasi pemilihan langsung yang menyebabkan politik biaya tinggi perlu dikaji ulang.

 

“Saya memiliki pandangan bahwa untuk menekan politik biaya tinggi, mungkin perlu dikaji lebih dalam, seperti pemilihan Kepala Daerah dikembalikan lagi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),” kata Bamsoet, sapaan akrabnya, saat menerima Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) di ruang kerja Pimpinan DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (5/4/2018).

 

Dengan begitu, tambah Bamsoet, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun aparat hukum lain juga akan lebih mudah dalam mengawasinya. Selain mengurangi beban biaya politik, pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi yang dianut Indonesia.

 

Politisi Partai Golkar itu menilai bahwa GMPK di bawah kepemimpinan Bibit Samad Rianto, memberikan nafas baru bagi pemberdayaan masyarakat dalam memerangi dan mencegah bahaya korupsi. Sebagai sosok yang pernah menjadi Komisioner KPK pada 2007-2011, kapabilitas dan integritas Bibit Samad dalam memerangi korupsi tidak perlu diragukan lagi.

 

“Saya juga punya pandangan, sebaiknya pendidikan anti korupsi juga dimasukkan dalam mata pelajaran khusus, entah itu muatan lokal maupun kegiatan ekstrakurikuler. Sehingga generasi muda kita terdidik intelektualitasnya untuk ikut memerangi korupsi dan sekaligus menyiapkan generasi muda yang lebih tangguh dan lebih berintegritas,” tutur Bamsoet.

 

Sejak dideklarasikan pada 25 November 2013 di Jakarta, GMPK juga telah meneliti dan mengevaluasi permasalahan tindak pidana korupsi di setiap lapisan kehidupan masyarakat. Serta merumuskan solusi kerawanan dan akar masalah penyebab korupsi. Bamsoet melihat ini sebagai sebuah langkah maju dalam perlawanan terhadap korupsi.

 

“Pemberantasan korupsi tidak hanya sekadar dengan upaya represif saja, harus ada kesadaran kolektif bangsa yang melibatkan segenap komponen bangsa. Saya kira GMPK bisa melakukan berbagai kerjasama dengan DPR agar berbagai hasil penelitan yang telah dilakukan bisa disinkronkan dalam proses pembuatan RUU, sehingga RUU yang dihasilkan bisa komprehensif dan membendung upaya korupsi,” pungkas Bamsoet.

 

Menyambut pandangan Bamsoet, Bibit Samad Rianto menjelaskan GMPK sudah melakukan berbagai kerja sama dengan perguruan tinggi maupun oraganisasi kemasyarakatan dan instasi swasta untuk memberikan training anti korupsi.

 

“Kedepannya tentu akan kita tingkatkan kembali berbagai kerjasama tersebut. Di Kementerian PAN-RB, kami juga bekerja sama membuat zona integritas wilayah bebas korupsi, begitupun di DPR RI. Kehadiran GMPK sejak awal memang ditunjukan untuk menggugah masyarakat madani, aparatur pemerintahan dan dunia usaha memberantas korupsi sebagai gerakan moral masyarakat,” jelas Bibit Samad. (dpr)