DPR Sudah Lama Mencium Sejumlah Masalah Di Kemenpar

Sabtu, 30 Desember 2017

foto Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto

JAKARTA - riautribune : Kinerja Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI di bawah kepemimpinan Arief Yahya dinilai kurang optimal.Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto menegaskan kurang optimalnya kinerja Kemenpar tampak jelas terlihat dari target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada 2017 yang tidak tercapai.


Kondisi itu dinilainya sudah sampai pada taraf cukup memprihatinkan alias 'lampu kuning'. Dimana target 15 juta wisman yang diproyeksikan, hanya mencapai 14 juta orang.

"Kita prihatin atas perkembangan ini. Di saat pemerintah terseok-seok mencari dana pembangunan infrastruktur, pemerintah malah berpotensi kehilangan pendapatan dalam jumlah yang lumayan besar," katanya dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Sabtu (30/12).

Disesalkannya bahwa kondisi memprihatinkan ini justru terjadi pada industri yang sebenarnya telah ditetapkan pemerintah sebagai sektor unggulan. Alhasil, upaya mengisi pundi-pundi kas pemerintah, yang dalam beberapa tahun belakangan ini selalu tekor pun terasa makin berat.

"Padahal di masa sebelumnya, pariwisata selalu menyajikan cerita indah. Pada 2015-2016 Produk Domestik Bruto (PDB) pariwisata nasional tumbuh 4,8 persen dengan tren naik sampai 6,9 persen, jauh lebih tinggi dari pada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan. Pariwisata menempati peringkat keempat penyumbang devisa nasional, yakni sebesar 9,3 persen dibandingkan industri lainnya," sesalnya.

Bahkan menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata menempati posisi tertinggi, yaitu 13 persen lebih tinggi dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang pertumbuhannya negatif.

"Pariwisata menyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4 persen secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30 persen dalam waktu 5 tahun. Baru akhir tahun ini pariwisata mengabarkan cerita tak sedap," imbuhnya.  

Lebih lanjut kata politisi Partai Demokrat ini, di balik pertumbuhan pesat pariwisata, sebenarnya Komisi X DPR RI telah lama mencium sejumlah masalah. Hal itu sebagaimana kesimpulan Panitia Kerja (Panja) Pemasaran dan Destinasi Pariwisata Komisi X DPR pada 2016 lalu. Adapun kesimpulan itu diantaranya adalah anggaran promosi Kemenpar di atas Rp 1 triliun diragukan efektivitasnya. Pasalnya, di masa sebelumnya, dengan kenaikan anggaran sampai dua kali lipat, kunjungan wisatawan hanya tambah beberapa juta.

Lanjutnya, Panja juga melihat penerapan strategi pemasaran, promosi, media, dan rentang waktu promosi yang dijalankan Kemenpar masih memerlukan kajian lebih lanjut dari sisi rasionalitas, efektifitas, dan proporsionalitas, serta diperlukan alat uji ukur keberhasilannya.

"Kegiatan branding seperti 'Pesona Indonesia' dan 'Wonderful Indonesia' memang berhasil meningkatkan sisi kesadaran (awarness) wisatawan, namun jumlah kedatangan wisman ke Indonesia masih belum sebanding dengan negara pesaing utama seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura," ketusnya.

Sejalan dengan itu, tambahnya, Kemenpar harus lebih intens mengajak partisipasi para pemangku kepentingan industri pariwisata untuk memasarkan produk wisata Indonesia dengan persiapan dan perencanaan yang matang. "Kemitraan antara pemerintah dengan swasta seharusnya berkesinambungan," tandasnya.

Diketahui, data Survei perilaku wisman menyatakan bahwa rata-rata pengeluaran wisman Rp 1,76 juta per hari. Adapun lama mereka tinggal di Indonesia adalah 7,66 hari. Alasan Menpar Arief Yahya, target yang kurang 1 juta wisman itu disebabkan karena para pelancong dari luar negeri urung berkunjung ke Bali akibat Gunung Agung meletus beberapa waktu lalu.

"Dari satu juta orang yang urung berkunjung itu, pemerintah kehilangan potensi pendapatan sebesar sekitar Rp 13,4 triliun atau setara dengan 3,5 kali pagu anggaran Kementerian Pariwisata (Kemenpar) pada 2017," bebernya.

Ditekankannya bahwa DPR juga khawatir jika promosi pariwisata tidak diimbangi dengan pengembangan destinasi pariwisata, justru bisa membuat wisatawan kecewa, dan kapok untuk kembali ke Indonesia. Pasalnya, infrastruktur pariwisata Indonesia belum 100 persen siap. Karenanya, Panja Komisi X DPR merekomendasikan Kemenpar lebih meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian, lembaga pemerintah, Pemda, dan pemangku kepentingan lainnya.

Koordinasi dan sinkronisasi itu juga mestinya menurut dia juga dilakukan pada bidang strategis. Antara lain bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, karantina, bidang keamanan dan ketertiban, hingga bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik, bahan bakar minyak/solar (BBM), telekomunikasi, serta kesehatan lingkungan.

"Sudah beberapakali Komisi X DPR mendesak Kemenpar melaksanakan rekomendasi Panja tersebut. Sementara Kemenpar terus jalan sendiri dengan program-program yang telah disusunnya, tanpa mengindahkan rekomendasi Panja. Dengan terjadinya penurunan jumlah wisatawan yang cukup besar pada akhir 2017, semoga Kemenpar lebih terbuka menerima masukan, baik dari lembaga legislatif maupun para pemangku kepentingan lainnya, agar industri pariwisata kita kembali mencapai target yang telah ditentukan," pungkasnya. (rmol)