"Persoalan SARA, perbedaan dan keragaman sudah selesai 72 tahun lalu. Jangan lagi kita mempersoalkan agama, suku, dan latar belakang. Jangan lagi kita mempersoalkan apa yang sudah disepakati 72 tahun lalu," kata Zulkifli Hasan dalam refleksi akhir tahun bersama wartawan parlemen, di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Jumat (29/12).
Zulhas mengajak kalangan media, baik cetak, online, dan elektronik untuk meredam bersama-sama isu-isu seperti SARA. Kalangan media, pesannya, perlu memberikan edukasi kepada masyarakat. Jika tidak diberi edukasi, masyarakat akan mempercayai media sosial.
"Mari kita bersama-sama untuk meredam. Tugas MPR adalah menjaga persatuan. Saya berharap media membantu MPR untuk meluruskan kembali janji-janji kebangsaan," ajaknya.
Zulhas juga berharap pada tahun politik itu, kontestasi Pilkada tidak lagi mempertaruhkan segalanya. Jangan lagi Pilkada menghalalkan segala cara. Pilkada adalah adu konsep dan gagasan. Setelah persaingan, kita bersatu lagi sebagai saudara.
Dari berbagai diskusi, Zulhas mengungkapkan bahwa persoalan utama kita adalah kesenjangan dan social distrust. Publik tidak percaya pada lembaga parlemen (DPR), partai politik, dan ormas-ormas besar secara struktural. Penyebabnya DPR, parpol, dan ormas tidak memperjuangkan apa yang dirasakan masyarakat.
Selain itu, publik juga merasakan kehilangan pengamat politik dan ekonomi yang kritis. Peran pengamat tersebut sudah diambil alih para ulama dan penceramah agama. Kondisi ini diperparah degan Pilkada yang menggunakan isu SARA.
"Kondisi ini melahirkan saling curiga, saling menista, dan nilai persaudaraan kebangsaan yang mulai memudar. Ini disebabkan mampetnya saluran aspirasi masyarakat,"pungkasnya. (rmol)