Kanal

Pemerintah Janji Tak Naikkan Tarif Listrik dan Harga BBM di 2018

JAKARTA - riautribune : Kementerian Keuangan memproyeksikan tak ada kenaikan tarif listrik, bahan bakar minyak, dan elpiji (liquefied petroleum gas/LPG) pada tahun depan. Pemerintah tak memperhitungkan potensi tren kenaikan harga energi di pasar global dalam alokasi belanja subsidi energi pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.

"Ini asumsi sangat eksplisit. Tidak ada kenaikan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik pada 2018. Jumlah pelanggan listrik golongan 900 volt ampere (VA) yang barangkali dibatasi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Senin, 21 Agustus 2017.


Ia memastikan pendistribusian subsidi tahun ini lebih tepat sasaran sehingga inflasi terkendali. Penyaluran subsidi dilakukan terintegrasi dengan bantuan sosial dan transfer ke daerah. Tahun depan, subsidi energi dialokasikan Rp 103,4 triliun, meningkat Rp 1,6 triliun dari APBN Perubahan 2017. Rinciannya, subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp 51,1 triliun serta subsidi listrik Rp 52,2 triliun.

Sri menegaskan, angka itu cukup eksplisit dengan memperhitungkan perbaikan penyaluran. Adapun subsidi elpiji 3 kilogram akan dilakukan secara tertutup.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan pemerintah yakin asumsi subsidi yang dipatok tak akan minus ketika tarif dasar energi meningkat, yang dapat membengkakkan utang pemerintah. Pemerintah akan membayar cicilan piutang itu secara bertahap kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). "Pemerintah berkomitmen membayar, tapi tidak sekaligus.”


Juni lalu, Pertamina menyatakan total tagihan yang belum dibayar pemerintah dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak Rp 34 triliun. Piutang pemerintah tercatat Rp 24 triliun meliputi pembayaran subsidi elpiji 3 kilogram senilai Rp 16 triliun dan subsidi bahan bakar minyak jenis Premium Rp 8 triliun. Piutang ini belum dibayar sejak tahun lalu. Adapun piutang dari pengadaan bahan bakar untuk TNI sekitar Rp 10 triliun belum dibayar sejak 2014.

Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik, mengatakan laba bersih perseroan pada 2016 sebesar US$ 3,14 miliar tergerus untuk menutup tunggakan itu. "Ini biaya yang harus kami tanggung untuk menjalankan perintah pemegang saham.

Pemerintah juga dianggap belum membayar jasa pemasaran kepada Pertamina. Jasa ini adalah imbalan bagi Pertamina yang memasarkan minyak dan gas bagian pemerintah dari hasil operasi kontraktor kontrak kerja sama. Sepanjang tahun lalu, nilainya US$ 86,811 juta.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira, mengatakan tren kenaikan harga minyak mentah yang diperkirakan terus bergerak di atas US$ 48 per barel akan menambah utang pemerintah ke Pertamina.

Dalam APBN Perubahan 2017, anggaran subsidi energi hanya dipatok Rp 89,96 triliun dengan asumsi ICP US$ 48 per barel. Sebelumnya, realisasi penggunaan anggaran subsidi energi berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2016 tercatat Rp 106,8 triliun, dengan harga ICP US$ 40 per barel.(tmpo)

 

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER