Kanal

Komnas PA Minta Orangtua Tanamkan Nilai Moral

JAKARTA – riautribune : Kasus perundungan atau bullying kembali menguak akhir-akhir ini. Pasalnya, dua peristiwa bullying kembali terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan, yakni aksi bullying terhadap siswa SD di Thamrin City dan mahasiswa Universitas Gunadarma, Depok.

Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menegaskan, untuk mencegah aksi bullying kepada anak, peran keluarga harus ditingkatkan.

Arist meminta kepada orangtua harus bisa mengajarkan dan menanamkan nilai moral dan agama kepada anak-anaknya. Hal itu agar sang anak dapat mengetahui mana yang baik dan tidak. "Kembalikan fungsi keluarga sesuai dengan fungsinya. Tanamkan nilai dalam keluarga, seperti moral dan agama," kata Arist, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Tak hanya itu, Arist berharap lingkungan sekolah juga mampu mencerdaskan paradigma mengenai moral. Menurutnya, saat ini lembaga pendidikan hanya memprioritaskan aspek kecerdasan intelektual semata.

"Saya melihat begini faktor manajemen sekolah ini sedang rusak akibat dari dampak sistem pendidikan nasional kita yang hanya mengedepankan fokus utama hanya kecerdasan intelektualitas saja," paparnya.

Lebih dalam Arist mengingatkan dampak dari aksi bullying itu sangat mempengaruhi psikologis korbannya. Ke depannya, korban bisa mengalami depresi berat bahkan sangat membahayakan dirinya sendiri.

"Karena dampak bullying itu berbahaya untuk masa depan. Kalau tak diatasi, korban bisa depresi, trauma sepanjang hidup, akan berdampak dendam, bahkan bunuh diri," tutur Arist.

Sementara itu, sosiolog dari Universitas Nasional (Unas), Sigit Rochadi menjelaskan, aksi bullying disebabkan adanya perasaan superior di kalangan tertentu yang memandang pihak lain rendah. Superior ini, kata Sigit, biasanya dilandasi faktor ekonomi dan memandang pihak lain sebagai objek yang lemah.

"Mereka terbiasa menjadikan orang lain sebagai objek bully sehingga di luar rumah dipraktikkan ke orang lain. Anak yang dididik kurang menghargai kelebihan atau potensi orang lain, terbiasa memandang rendah (underestimate) temannya, sehingga muncullah bully," papar Sigit, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Ia berharap kepada pihak sekolah ada untuk meningkatkan kedisplinan dan pengawasan terhadap para anak didiknya agar aksi bullying tidak terulang kembali.(okz)
 

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER