Kanal

Mendag RI dan Gubri Kompak Hadiri Pasar Murah Tajaan RAPP, Ada Apa?

PEKANBARU - riautribune : Anggota DPRD Riau H. Sugianto mempertanyakan alasan kehadiran Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Enggartiasto Lukito dan Gubernur Riau H. Arsyadjuliandi Rachman serta Bupati Pelalawan, H.M. Harris pada kegiatan pasar murah yang ditaja oleh PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP).

Padahal, menurut Sugianto, pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) tengah berjuang memberantas penebangan dan pembakaran hutan dan lahan khususnya di Provinsi Riau yang diduga dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang industri kertas dan kelapa sawit bersama anak usahanya.

"Ada misi apa Mendag dan Gubri hadir di sana? Sebagai struktur negara kalau cuman mau pasar murah kok harus minta ke perusahaan. Gubernur dan bupati, Kapolda dan lainnya hadir. Dimana marwah Riau, apa Pemerintah Riau tidak bisa melaksanakan pasar murah melalui Bulog sampai haris diambil dari perusahaan," kata Sugianto, Senin (19/6/2017).

Sugianto menilai, kehadiran Mendag dan Gubri yang notabene pengambil kebijakan patut dipertanyakan dan merendahkan marwah Riau itu sendiri. Sekelas pemerintah tidak seharusnya mengemis kepada swasta kalau hanya untuk mengadakan pasar murah untuk masyarakat.

"Ada apa ini, di saat Kementerian LHK dan BRG tengah serius melaksanakan restorasi gambut di RAPP, Mendag justru saat menunjukkan sikap sebaliknya dengan perusahaan," ujar politisi PKB ini, kesal.

Ia meminta Presiden Joko Widodo untuk menaruh perhatian lebih terkait persoalan ini dengan menegur Mendag yang telah ikut campur. Padahal Kemendag turut mengatur penetapan harga jual dasar kayu.

"Pak Jokowi tolong persoalan ini segera di bahas. Jelas sekali campur tangan Kemendag, mulai dari penetapan harga dasar kayu di PP bikinan Kemendag yang cuma Rp90.000/kubik. Sementara harga nasional Rp1.200.000/kubik. Sehingga merugikan negara dari sektor PSDH triliunan rupiah," jelasnya.

Provinsi dan kabupaten, menurutnya, juga rugi karena dana bagi hasil (DBH) dari sektor kayu. Ketika Kementerian LHK menetapkan restorasi gambut mengharuskan ditutupnya 390.000 hektar lahan milik perusahaan HTI itu. "Lagi-lagi Kemendag membela habis-habiskan sampai datang ke perusahaan dengan alasan pasar murah. Ada apa?," pungkasnya. (rul)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER