Kanal

UR Fasilitasi Komitmen “Stakeholders” dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut

PEKANBARU - riautribune : Provinsi Riau memiliki luas lahan gambut terbesar di Indonesia sementara ekosistem gambut Indonesia telah mengalami kerusakan yang masih akibat pemanfaatan yang melebihi daya dukung dan daya tampungnya, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, dalam konteks implementasi kebijakan, diperlukan kesamaan kerangka pikir dan tindakan guna mewujudkan keberlanjutan fungsi lindung dan budidaya ekosistem gambut.

Demikian yang disampaikan Ketua Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Lebaga Penelitian dan Pengabdian Masarakat Universitas Riau (LPPM UR) Dr Suwondo MSI dalam acara workshop nasional implementasi rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang dilaksanakan di aula serbaguna hotel Pangeran Pekanbaru, Rabu (3/5).

Lebih lanjut, Suwondo menyampaikan ekosistem gambut merupakan salah satu ekosistem yang memiliki sifat dan karakteristik yang unik, sehingga membawa konsekuensi kompleksitas pengelolaannya. “Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan kalau ekosistem gambut merupakan bagian penting dari lingkungan hidup yang harus dilindungi dan dikelola dengan baik.

“Komitmen untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut telah dilakukan oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP) nomor 57 tahun 2016 juncto PP nomor 71 tahun 2014. Implementasi kebijakan tersebut mewajibkan untuk menetapkan fungsi lindung Ekosistem Gambut paling sedikit 30% dari seluruh luas kesatuan hidrologi gambut,” terang Suwondo.

Peraturan ini mendapatkan tanggapan beragam dari para pihak. Ada pihak, khususnya para pemerhati lingkungan, yang menyatakan bahwa peraturan ini sangat tepat, sehingga pemerintah harus secara tegas dan konsisten untuk menerapkannya. Penerapan peraturan tersebut akan mampu melindungi hutan dan gambut untuk mewujudkan investasi jangka panjang yang akan melindungi ratusan penduduk Indonesia dalam jangka panjang.

Di lain pihak, para pelaku bisnis, baik perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan maupun perkebunan, menyatakan bahwa penerapan peraturan ini akan berdampak negatif terhadap bisnis yang mereka jalankan. Lebih jauh lagi akan berdampak negatif terhadap perekonomian daerah, yakni menurunnya pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan neraca pembayaran (defisit neraca perdagangan dan kapital)

‘’Workshop ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi RPPEG yang telah yang disusun. Adapun tujuan khusus dari workshop ini adalah, menghimpun informasi dan membangun komitmen bersama dalam upaya optimalisasi peran stakeholders dalam mewujudkan keberlanjutan Kesatuan Hidrologis Gambut, Merumuskan strategi dan rencana aksi Perlindungan dan Pengelolaan Kesatuan Hidrologis Gambut, dan Merumuskan rencana implementasi strategi dan rencana aksi Perlindungan dan Pengelolaan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG)’’, Ungkpanya

Suwondo, Dosen UR ini menyatakan bahwa untuk memperoleh informasi yang holistic tentang perlindungan dan pengelolaan pada KHG maka sebelum workshop dilaksanakan fieldtrip pada salah satu KHG. Hal ini dilakukan agar peserta memperoleh informasi nyata tentang berbagai aspek perlindungan dan pengelolaan KHG dengan berbagai kompleksitas aktivitas yang terdapat di dalamnya. Sehingga diperoleh suatu gambaran utuh dalam penyusunan strategi dan rencana aksi untuk KHG dimasa yang akan dating,” jelas Suwondo.

Prof Dr Ir Aras Mulyadi DEA, Rektor Universitas Riau (UR) meyampaikan kalau berbicara tentangperhatian kita bersama terhadap perlindungan ekosistem,diperlukan komitmen stakeholders terhadap pengelolaan KHG, sehingga fungsi lindung dan budidaya ekosistem gambut dapat dilakukan secara seimbang berkelanjutan. Kegiatan workshop diharapkan menjadi wadah untuk mewujudkan komitmen bersama dan membangun sinergisme pada parapihak.
“Perhatian lingkungan, sangat diperlukan pemahaman yang baik terhadap perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di Provinsi Riau ini. Pemahaman itu dapat kita berikan kepada seluruh pihak melalui kesempatan-kesempatan tertentu. Melalui workshop inilah kita bisa memanfaatkan momentum ini untuk dapat memberikan pemahaman yang lebih serta menyeluruh terhadap perlindungan dan pengelolaan ekosistem yang menjadikan salah satu isu yang sentraldi belahan dunia saat ini,” jelas Aras.

“Pada kesempatan ini, kita kembali mengingatkan UR sebagai akademisi harus bersikap bijak dalam menyikapi permasalahan ini dan UR  harus bisa menjadi mediator yang aktif dan arif, sehingga melalui pertemuan ini, nantinya akan dapat menghasilkan keluaran yang mampu menyeimbangkan Perlindungan dan Pengelolaan KHG dari aspek lingkungan, sosial dan ekonomi,” ulasnya.

Pada acara workshop ini, hadir sebagai narasumber diantaranya yaitu Prof Dr Ir Azwar Maas M.Sc, guru besar ilmu tanah dari Universitas Gajah Mada, Prof Dr Robiyanto Hendro SM Agr S, guru besar ilmu tanah dari Universitas Sriwijaya, dan Prof Dr Almasdi Syahza SE MP, guru besar ekonomi pedesaan dari Universitas Riau. Selain kalangan akademisi, turut hadir juga narasumber dari Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Restorasi Gambut, Kementerian Pertanian, dan kalangan dari pelaku-pelaku usaha. Sementara itu peserta workshopterdiri dari unsur-unsur dinas, instansi terkait, perguruan tinggi, penegak hukum, pelaku usaha, dan lembaga swadaya masyarakat.(ur)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER