Kanal

DPR Tidak Boleh Halangi Pengusutan Korupsi E-KTP

JAKARTA - riautribune : Komisi III DPR dianggap telah sengaja menghalangi pe­nyidikan KPK dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Penilaian ini disampai­kan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus. Menurutnya, penggunaan hak angket ang­gota DPR untuk memaksa KPK membuka rekaman hasil pe­meriksaan penyidik KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, bukanlah proses pengawasan legislatif.

"Itu intervensi politik yang sudah mengarah kepada perbua­tan korupsi. Letak korupsinya karena merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi," ujar Petrus, di Jakarta.

Hal ini, lanjut dia, sudah me­langgar ketentuan pasal 9 huruf e UU No. 20 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu hambatan penan­ganan tindak pidana korupsi karena campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Petrus menjelaskan, sesuai ke­tentuan pasal 21 UU No. 31 Tahun  1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di­kualifikasi sebagai tindak pidana korupsi. "Pimpinan KPK tidak boleh ragu dan harus memas­tikan langkah Komisi III DPR RI dengan hak angketnya itu sudah merupakan tindakan yang menyalahgunakan wewenang DPR," ujarnya.

Petrus menyarankan, KPK harus segera membuka penyidi­kan baru untuk memeriksa se­jumlah anggota Komisi III DPR RI yang saat ini menginisiasi penggunaan Hak Angket DPR.

Sebagai komisi yang mem­bidangi hukum dan perundang-undangan dengan fungsi utama mengawasi jalannya proses penegakan hukum, lanjut dia, kasus dugaan korupsi e-KTP di DPR RI dengan melibatkan hampir seluruh anggota Komisi II DPR RI dan sejumlah pimpi­nan Fraksi Partai Demokrat dan Golkar pada saat itu, mem­buktikan betapa fungsi penga­wasan DPR RI terkait pengadaan proyek nasional e-KTP tidak berfungsi total.

"Bahkan ini tergadaikan untuk meloloskan kejahatan korupsi ketika sebuah proyek nasional e-KTP dibahas bersama antara Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR RI," ujarnya.

Petrus juga mendesak DPR meminta maaf kepada pub­lik karena tidak berfungsinya pengawasan DPR, atas kejadian korupsi e-KTP. Sementara tanpa ada satu pun anggota DPR di Komisi III yang mau mengha­langi kejadian korupsi di Komisi II DPR pada waktu itu.

Anehnya, lanjut dia, di saat KPKberhasil mengungkap kejahatan korupsi dengan menyebut nama hampir seluruh anggota Komisi II DPR RI, justru Komisi III DPR tidak mendukung KPK.

"Jelas sekali, upaya hak ang­ket itu menghalang-halangi pengusutan. Ini kesewenang-wenangan melakukan intervensi sekaligus melahirkan tindak pi­dana korupsi baru seperti dimak­sud pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tegas Petrus.

Dia mengingatkan, pilihan sikap yang paling tepat adalah menghentikan penggunaan hak angket. "Ikuti proses hukum, percayakan segala hal pada mekanisme hukum yang ber­laku, yaitu pada proses hukum acara pidana dan pembuktian di persidangan yang terbuka untuk umum dalam perkara tindak pidana korupsi e-KTP," pungkas Petrus.(rmol)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER