Kanal

Siaran Langsung Sidang E-KTP Dilarang, PWI Akan Susun Gugatan

JAKARTA - riautribune : Persatuan Wartawan Indonesia mengambil dua langkah terhadap larangan siaran langsung sidang E-KTP yang dilakukan majelis hakim Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta. Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Wina Armada mengatakan langkah pertama adalah dengan pendekatan persuasif pada majelis hakim maupun pada MA agar mengizinkan siaran langsung.

"Kedua, apabila tidak manjur, PWI sedang memikirkan kemungkinan melakukan gugatan terhadap peraturan-peraturan ini," kata Wina, Kamis, 9 Maret 2017, di kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Wina mengatakan pelarangan siaran langsung sidang E-KTP tidak bisa dibiarkan karena akan jadi preseden. "Ini bisa diikuti oleh pengadilan-pengadilan di wilayah-wilayah lain, di provinsi lain juga," kata dia.

Sementara Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo alias Stanley mengatakan pihaknya berharap ketua majelis hakim bisa meralat larangan tersebut. Namun, dia memahami keputusan untuk melarang siaran langsung menjadi kewenangan ketua majelis hakim. Karena itu, dia meminta kejadian pelarangan ini bisa membuat masyarakat pers menyusun pedoman yang disepakati bersama soal siaran langsung persidangan.

Stanley mengatakan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers mengatakan tidak perlu ada Peraturan Pemerintah sebagai aturan teknis UU tersebut. "Kenapa? Karena inisiator pembuat UU ini, pemerintah dan DPR, tidak ingin mencampuri urusan-urusan kemerdekaan pers. Dipersilakan pada komunitas pers mengatur dirinya sendiri," kata stanley. Karena itulah dia meminta masyarakat pers lebih baik menyusun pedoman yang disepakati bersama, ketimbang diatur orang luar pers.

Stanley mengatakan sejak November lalu, dia telah mengusulkan agar masyarakat pers membuat pedoman. "Kalau ada pedoman itu, kami di Dewan Pers bisa mengadakan pertemuan dengan Ketua MA dan meminta agar ini diakui," kata Stanley. Nantinya, pedoman itu bisa diadopsi dalam bentuk Surat Edaran MA atau Peraturan MA.

Dengan pedoman itulah, kata stanley, seluruh wartawan yang akan meliput sudah punya peraturan yang jelas. "Tidak perlu kita menghadapi begini, kasus per kasus, yang setiap kali persidangan ketua majelis hakimnya membuat kebijakan berbeda satu sama lain," kata Stanley.(tmpo)

 

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER