Kanal

Penegak Hukum Diminta Hati-hati

JAKARTA - riautribune : Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan aparat penegak hukum berhati-hati dan cermat menerap­kan pasal-pasal pidana dari UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam kasus buku Jokowi Undercover.

Sebelumnya, polisi telah menahan Bambang Tri Mulyono, penulis buku Jokowi Undercover. Dia dituduh melanggar Pasal 16 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelom­pok masyarakat tertentu ber­dasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, pihaknya men­dukung langkah hukum terkait penyelesaian kasus-kasus hate speech yang berdimensi rasial dan diskriminatif.

Dia mengingatkan agar aparat penegak hukum berhati-hati dan cermat dalam menerapkan pasal-pasal Pidana dalam kasus buku Jokowi Undercover. "Pasal pidana dalam UU Penghapusan Diskriminasi dan UU ITE memi­liki karakter yang berbeda," ujarnya.

Dalam UUno. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, khusus­nya Pasal 4 dan Pasal 16, elemen utamanya adalah 'kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis' atau 'kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis'.

Sedangkan jika menggunakan UU no. 11 tahun 2008 ten­tang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya pasal 28 ayat (2), pidana terse­but harus mememiliki unsur 'menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat ter­tentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)'.

"Berbeda dengan UU Penghapusan Diskriminasi, UU ITE menggunakan unsur SARA yang diterjemahkan dengan 'suku, agama, ras, dan antar golongan'," kata Supriyadi.

Dengan demikian, UU ITE lebih luas ruang lingkupnya dibanding UU Penghapusan Diskriminasi karena ada un­sur kejahatan dalam frase 'antargolongan', yang tidak ada dalam UU Penghapusan Diskriminiasi.

Dalam kasus buku Jokowi Undercover, penting untuk me­lihat dasar Polri untuk mener­apkan kedua undang undang tersebut. Mulai dari, apakah subtansi yang dianggap sebagai perbuatan pidana dalam kalimat buku tersebut benar-benar masuk dalam rumusan diskriminasi berbasis ras dan etnis atau lebih spesifik memenuhi frase 'antar golongan' dalam UU ITE.

Supriyadi menerangkan, da­lam kasus Obor Rakyat, pasal yang digunakan dalam dakwaan adalah Pasal 311 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 310 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55.

Namun tuntutan justru masuk ke ranah perbuatan penghi­naan pribadi terhadap Presiden Jokowi dalam Pemilu 2014. "Padahal awalnya Obor Rakyat dianggap memuat pemberitaan yang dianggap fitnah terkait isu SARA yang menyerang Jokowi pada Pemilu 2014," katanya.

Dalam kasus buku Jokowi Undercover penggunaan pasal di tingkat penyidikan memang lebih berat, namun kehati-hatian penyidik dalam menggunakan pasal tersebut sangat diharap­kan. "Penyidik, penuntut dan pengadilan harus mencermati penggunaan pasal pidana yang sesuai atau mencari bukti-bukti baru yang lebih relevan dalam kasus tersebut," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Rikwanto menyatakan penga­rang buku 'Jokowi Undercover', Bambang Tri Mulyono, telah di­tahan di Polda Metro Jaya untuk mempertanggungjawabkan isi dari buku tersebut.(rmol)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER