Kanal

Hatta: Kami Mau Menyampaikan Aspirasi Baik-Baik Kok Dituduh Makar?

JAKARTA - riautribune : Mantan anggota DPR, M. Hatta Taliwang, sempat dikabarkan turut ditangkap pada Jumat pagi lalu (2/12) karena dugaan upaya makar. Namun ternyata dia tidak termasuk dari delapan tokoh plus dua orang terkait UU ITE yang ditangkap saat itu.

Meski tak ditangkap, sempat muncul pertanyaan di banyak kalangan termasuk para koleganya dan sebagian jurnalis, dimana keberadaannya setelah Jumat pagi tersebut. Ternyata, Direktur Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH) ini memang sengaja menutup komunikasi pasca penangkapan sejumlah tokoh tersebut.

Berikut penjelasan tertulis Hatta Taliwang, yang juga diterima Redaksi.

Saya mohon maaf dua hari ini tak buka HP/SMS/WA mengingat situasi yang kita sudah maklumi. Terima kasih atas atensi Bpk/Ibu /Sdrku semua. Kita bersyukur Ibu DR (HC) Hj. Rachmawati Soekarnoputri SH dkk sdh dibebaskan. Walaupun kita prihatin masih ada teman kita yang belum dibebaskan.

Saya dalam keadaan sehat walafiat. Sejujurnya saya marah dan perlu menenangkan emosi sehingga beberapa saat berdiam diri, mengapa kami yang sudah baik-baik mau menyampaikan aspirasi ke depan Gedung DPR/MPR RI, kok dituduh mau makar sehingga niat mulia kami terhambat dengan penangkapan terhadap teman-teman seperjuangan kami.

Kami dari Gerakan Selamatkan NKRI (GSNKRI) sudah pernah menyampaikan aspirasi. Demi Selamatkan NKRI maka harus kembali dulu ke UUD 45 ASLI untuk kemudian kita perbaiki secara adendum mana bagian yang dirasakan belum sempurna.

Sudah kami kemukakan didepan Ketua MPR RI tanggal 15 Desember 2015 bersama Ibu DR (HC) Rachmawati Soekarnoputri SH dan Jenderal (Purn) Djoko Santoso dengan 150-an tokoh lainnya. Bahkan dengan menyertakan buku argumentasi kami secara filosofis, ideologi, politik, hukum dan ekonomi mengapa kita mesti kembali ke UUD 45 ASLI lebih dahulu.

Awal November 2016 Ibu Rachma dan Pak Djoko serta kami sudah bersurat ke Ketua MPR RI mohon ketemu lagi dengan Pimpinan MPR RI untuk menyampaikan aspirasi kami lagi. Namun disambut dingin karena kami mau dijadwalkan di jam sempit hari Jumat pukul 10.30 Wib. Sehingga kami tidak bisa mengatur lagi jadwal teman-teman yang mau datang.

Kisruh masalah penistaan agama oleh Ahok kami pandang sebagai momentum yang pas juga untuk kami ingatkan agar segera kembali ke UUD45 ASLI. Karena pemimpin seperti Ahok di mata kami adalah salah satu output sistem demokrasi super liberal: melahirkan pemimpin yang tidak paham Pancasila khususnya Sila Ketuhanan Yg Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yg adil dan beradab dan sila-sila lainnya.

Hemat kami dengan sistem Musyawarah Mufakat yang diatur dalam UUD45 ASLI, insya Allah kita bisa melahirkan pemimpin Pancasilais, memiliki kepasitas, kapabilitas, kredibilitas, integritas dan moralitas.

Aspirasi aspirasi seperti itulah yang ingin kami suarakan pada momentum yang sama dengan tuntutan umat Islam meminta keadilan atas penistaan agama oleh Ahok pada tanggal 2 Desember 2016.

Kami bahkan secara terbuka  di WA GRUP sudah menulis ke PIMP/Ang MPR RI kiranya mau mendengar aspirasi kami. Kami juga sudah menulis surat pemberitahuan ke Kepolisian RI tentang maksud kami tersebut.

Tak ada yang kami rahasiakan. Bahkan hasil pertemuan kondolidasi tokoh-tokoh nasionalis tanggal 20 Nopember 2016 kami sebar secara terbuka via WA. (Bagi yg belum baca bisa kami kirim ulang).

Apakah pertemuan terbuka dan hasilnya kami siarkan terbuka termasuk makar?

Itu yang membuat kami tersentak ketika teman-teman kami ditangkap. Kami atau saya sedih dan merasa perlu merenung dalam dalam, apa yang salah kami perbuat selama ini untuk bangsa dan negara yang sangat kami cintai ini.

Namun kita harus tetap semangat berjuang bersama untuk keselamatan dan kebaikan bangsa kita karena sejujurnya kondisi bangsa kita sangat memprihatinkan dari banyak indikator.

Meskipun banyak hambatan dan tantangan kita harus tetap semangat.

Salam
M. Hatta Taliwang, 4/12/16.(rmol)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER