Kanal

Pengamat: Posisi Ahok Melemah

JAKARTA - riautribune : Ketika calon petahana Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dirilis telah mendapat dukungan sejuta KTP, tentu dengan asumsi dukungan itu valid, serta merta posisi tawar melejit. Ia seolah "dilamar" oleh beberapa partai. Pada saat itu, bahkan sampai ada partai mendeklarasikan dan memposisikan diri hanya sebagai pendukung, bukan pengusung. Padahal, sejatinya partai itu berfungsi sebagai pengusung.

Demikian disampaikan oleh pengamat politik Emrus Sihombing. Ia menegaskan, posisi tawar petahana Ahok sudah melemah setelah berada di tangan partai. Diketahui, Ahok didukung Golkar, Hanura dan Nasdem di Pilkada Jakarta tahun depan.

"Realitas politik tersebut, suka tidak suka membuat posisi tawar petahana turun sedangkan posisi tawar partai politik naik melejit," ujar Emrus, di Jakarta, Senin (8/8).

Ia mengingatkan, sekalipun Ahok sudah diusung  tiga partai, namun sampai saat ini belum dapat dipastikan petahana tersebut menjadi cagub sebelum didaftarkan ke KPU Jakarta, sebagai bakal calon gubernur.

"Sebab, perubahan peta politik, termasuk partai yang akan mengusungnya, sangat-sangat cair, secair petahana 'mengabaikan' sejuta KTP dukungan," imbuhnya.

Emrus melanjutkan, di dalam suatu proses komunikasi politik dipastikan terbentuk kesepakatan-kesepakatan politik. Dalam membangun kesepakatan tersebut tak terhindarkan terjadi transaksi kepentingan politik antar sesama partai pengusung dan antar partai dengan calon petahana. Biasanya akan terjadi tawar-menawar kepentingan politik. Ia memberikan contoh sederhana, yakni bisa jadi atau hampir pasti, Heru Budi Hartono bukan wakil lagi pasangan petahana.

"Mengapa? Sebab, petahana sudah tidak punya posisi tawar yang kuat mempertahankan calon pasangannya tersebut. Bahkan partai punya power sharing menyodorkan kader mereka menjadi cawagub," kata Emrus lagi.

Rendahnnya posisi tawar tersebut pasti berdampak pada semua bidang kepentingan politik, termasuk visi politik petahana terhadap kepentingan partai pengusung. Selain itu, posisi masing-masing tiga partai untuk mengusung petahana, relatif sama menjadikan dirinya cagub. Artinya, salah satu partai menarik dukungan, petahana dapat membuat dirinya tidak jadi cagub, karena jumlah kursi di DPRD-DKI Jakarta belum memadai.

"Karena itu, petahana memerlukan 'energy' politik yang luar biasa menjalin komunikasi politik untuk mempertemukan berbagai kepentingan politik dari ketiga partai tersebut," jelasnya.

Ahok juga dikatakannya perlu melakukan kalkulasi politik  terhadap elit dari tiga partai pengusung ini. Sebab, awalnya elit ketiga partai ini berasal dari tiga partai yang sama, yang sudah banyak makan "asam garam" politik di Indonesia.

"Mereka sudah sangat matang menciptakan, mengelola dan memanfaatkan peluang, situasi, kondisi dan sebagainya untuk mewujudkan kepentingan politik dari masing-masing partai," demikian Emrus.(rmol/rt)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER