Kanal

Darurat, Utang yang Dibuat Jokowi Hampir Menyamai Peninggalan Soeharto

JAKARTA-riautribune: Presiden Joko Widodo dinilai telah melakukan kebohongan publik yang nyata. Pada saat kampanye pemilihan presiden 2014 lalu, dia berjanji akan mengurangi utang luar negeri. Tapi kenyataannya utang Indonesia terus membengkak dan saat ini mencapai Rp 4.200 triliun.

Demikian disampaikan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Adhe Nuansa Wibisono, dalam keterangan tertulisnya, (Senin, 13/6).

"Jokowi pernah berkata akan mengoptimalkan APBN secara efisien dan tepat sasaran, dimana uang yang ada saja yang dibelanjakan tanpa adanya tambahan utang luar negeri. Tapi data yang ada memperlihatkan bahwa rezim Jokowi telah menambah utang luar negeri pemerintah sebesar hampir Rp 600 triliun," ungkapnya.

Dia menyampaikan itu dengan mengutip laporan Bank Indonesia pada akhir kuartal I 2016 yang menyebutkan total Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia meningkat 5,7% (yoy) mencapai USD 316 miliar atau sekitar Rp 4.277 triliun (rata-rata kurs Rp 13.535/dolar AS pada kuartal I 2016). Penambahan utang luar negeri itu juga disebabkan tingginya utang luar negeri sektor publik di era Pemerintahan Joko Widodo.

BI memaparkan bahwa utang luar negeri pemerintah pada kuartal I 2016 mencapai USD 151,36 miliar atau sekitar Rp 2.048,65 triliun (47,9% total utang). Utang sektor publik tersebut meningkat 14% (yoy) yang berarti bahwa sejak kuartal I 2015 hingga kuartal I 2016, utang luar negeri pemerintahan Jokowi meningkat tajam sebesar USD 44,24 miliar atau Rp 598,78 triliun.

Wibisono membandingkan ‘prestasi utang’ Jokowi dengan rezim sebelumnya. Dia mengungkapkan, ketika berkuasa selama 30 tahun, Soeharto meninggalkan utang pemerintah sebesar USD 53,86 miliar.

"Mari kita bandingkan dengan Jokowi yang hanya membutuhkan waktu 1,5 tahun berkuasa untuk menghasilkan utang pemerintah sebesar USD 44,24 miliar. Ini tandanya keadaan sudah gawat, mahasiswa dan rakyat harus bersuara," tegasnya.

"Dengan total utang luar negeri sebesar Rp 4.200 triliun dan penerimaan APBN hanya sekitar Rp 1.800 triliun. Berapa banyak pendapatan pajak Indonesia setiap tahun habis digunakan hanya untuk membayar cicilan pokok utang dan bunga yang telah jatuh tempo?” sambungnya mempertanyakan.(rmol/rt)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER