Kanal

Wajib Untuk Diketahui! Ini Makna yang Harus Dipahami dari Hari Pahlawan

Riautribune.com - Setiap warga negara Indonesia tentunya akan memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November setiap tahunnya.

Ada berbagai cara yang dilakukan dalam memperingati salah satu hari besar negara tersebut.

Dibalik itu semua, makna yang harus dipahami dari hari pahlawan juga menjadi aspek penting yang harus ditanamkan kepada setiap generasi muda bangsa Indonesia.

Baca Juga : Perjalanan Inspiratif di Tanah Migas

Melansir dari berbagai sumber, berikut ini garisan sejarah yang dapat dijabarkan secara sederhana.

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, situasi negara Indonesia belum stabil, dimana Indonesia masih bergejolak, terutama antara rakyat dan tentara asing.

Salah satu dari gejolak sejarah tersebut seperti yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, tepatnya pada 10 November 1945 terjadi pertempuran besar pasca kemerdekaan dan pertempuran tersebut yang menjadi dasar negara kita memperingati setiap 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Baca Juga : Hadiri COP27 Mesir, Dosen FIA Unilak Tegaskan Peran Penting Akademisi Dalam Aksi Iklim

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Berikut ini sejarah Hari Pahlawan yang bisa ditanamkan kepada anak-anak dan generasi muda bangsa Indonesia.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat yang menetapkan mulai 1 September 1945, bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia.

Gerakan pengibaran bendera tersebut meluas ke seluruh daerah-daerah, salah satunya di Surabaya.

Baca Juga : Sidang Tesis Penelitian Effendi Sianipar Fokus Pada Ketahanan Pangan di Pekanbaru

Pada pertengahan September, tentara Inggris mendarat di Jakarta dan mereka berada di Surabaya pada 25 September 1945.

Tentara Inggris tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang bersama dengan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Awalnya tugas mereka adalah melucuti tentara Jepang dan memulangkan mereka ke negaranya, membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh Jepang, sekaligus mengembalikan Indonesia kepada pemerintahan Belanda sebagai negara jajahan.

Baca Juga : Unilak Wisuda 1.090 Mahasiwa, Dua Berasal dari Thailand

Namun gejolak antara tentara dan milisi pro kemerdekaan Indonesia dan pihak Belanda sudah dimulai pada 19 September 1945. 

Pada malam sebelumnya, sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan W.V.Ch. Ploegman mengibarkan bendera Belanda di sebelah utara di Hotel Yamato, Jalan Tunjungan Nomor 65, Surabaya, tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya.

Hal ini memicu kemarahan warga Surabaya. Mereka menganggap Belanda menghina kemerdekaan Indonesia dan melecehkan bendera Merah Putih.

Baca Juga : Sekolah Pascasarjana Unilak Gelar Yudisium XV

Mereka protes dengan berkerumun di depan hotel Yamato, meminta bendera Belanda diturunkan dan sebagai gantinya, mengibarkan bendera Indonesia.

Pada 27 Oktober 1945, perwakilan Indonesia berunding dengan pihak Belanda dan berakhir meruncing karena Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan.

Hingga mengakibatkan Ploegman tewas dicekik oleh Sidik.

Baca Juga : Disaksikan Gubernur, Unilak Teken Kerja Sama dengan UGM

Keributan tersebut menyebabkan timbulnya kericuhan di hotel Yamato dan menyulut warga ingin masuk ke dalam hotel tersebut.

Akhirnya, Hariyono dan Koesno Wibowo berhasil merobek bagian biru bendera Belanda sehingga bendera tersebut menjadi Merah Putih.

Pada 29 Oktober 1945, pihak Indonesia dan Inggris sepakat menandatangani gencatan senjata.

Baca Juga : Keren, Universitas Riau Miliki Empat Profesor Baru

Namun keesokan harinya, kedua pihak bentrok dan menyebabkan Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris, tewas tertembak dan mobil yang ditumpanginya diledakan oleh milisi dan membuat Pemerintah Inggris menjadi marah.

Melalui Mayor Jenderal Robert Mansergh, sebagai pengganti Mallaby, ia mengeluarkan ultimatum yang berbatas hingga 10 November 1945 pukul 06.00 WIB.

Pemerintah Inggris memaksa semua pimpinan dan orang Indonesia bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. 

Baca Juga : Komnas Disabilitas Dukung Unilak Wujudkan Menuju Kampus Ramah Disabilitas

Ultimatum tersebut membuat rakyat Surabaya marah dan berpuncak pada meletusnya pertempuran 10 November.

Perang antar kedua kubu berlangsung sekitar tiga minggu, dimana rakyat Surabaya digerakkan oleh tokoh perjuangan yang antara lain Sutomo, K.H. Hasyim Asyari, dan Wahab Hasbullah.

Pertempuran tersebut menewaskan ribuan korban dimana dari Indonesia diperkirakan 16.000 pejuang tewas dan pihak Inggris sekitar 2.000.

Baca Juga : 2.500 Mahasiswa Baru Unilak Ikuti PKKBM

Kisah perjuangan rakyat Indonesia sebelum dan pasca kemerdekaan muncul dalam buku sejarah pelajaran sekolah mulai dari SD hingga SMA.

Kisah tersebut tak hanya menunjukkan sejarah negara, melainkan juga mengajarkan keteladanan kepada anak-anak Indonesia, seperti kejujuran, kegigihan, pantang menyerah, dan melakukan kewajiban dan hak.

Adapun tujuan pemerintah membuka kisah sejarah tersebut adalah untuk mengenalkan makna Hari Pahlawan kepada anak-anak dan generasi muda bangsa Indonesia yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Mempertahankan kemerdekaan di era saat ini, dapat dilakukan generasi muda bangsa dengan disiplin, belajar tekun, meraih prestasi di bidang yang diminati, menolong teman yang sedang kesusahan.

Untuk hal terkecil yang bisa dilakukan oleh seluruh warga Indonesia adalah membiasakan untuk mengucapkan terima kasih, maaf, serta tolong kepada orang lain. (Reynold)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER