Kanal

Akom Bintang Munaslub Golkar, Bukan Setya Novanto

JAKARTA-riautribune: Perhelatan akbar di Partai Golkar berakhir dengan terpilihnya Setya Novanto menjadi Ketua Umum. Prosesi politiknya berjalan mulus, tak ada gontok-gontokan. Bisa jadi karena Ade Komarudin mundur dari pencalonan.

Selasa pagi (17/5/2016), Ade Komarudin membuat pernyataan yang membuat geger gelanggang politik Partai Golkar. Mengenakan baju kuning kebesaran Golkar beserta peci, Ade menyatakan mundur dari pemilihan ketua umum Partai Golkar.

Raut muka politisi asal Purwakarta ini, terlihat tenang sekali, tak ada beban. "Saya sudah berembug dengan teman-teman, termasuk calon lain dan ARB selaku dewan pembina. Saya lebih muda dari Pak Novanto. Saya lima puluh, Pak Novanto 60. Jadi masih ada kesempatan bagi saya di masa depan," papar Akom di Bali Nusa Dua Convention Center, Denpasar.

Ya, sikap politik Akom ini memang mengejutkan. Dalam voting putaran pertama Ade Komarudin memperoleh 173 dukungan. Perolehan ini melebihi 30% dari total suara yang berjumlah 554 suara. Sementara juaranya adalah Setya Novanto dengan 277 suara. Berdasarkan tatib, peserta putaran dua harus memperoleh minimal 30% suara. Artinya, Ade harus duel alias head to head dengan Setya.

Lalu kenapa mantan Ketua PB HMI menyerah? Soal alasan, memang bisa bermacam-macam. Bisa salah satu yang benar, atau bahkan benar semuanya.

Menurut bisik-bisik seorang kawan di internal Beringin, Akom lebih mengutamakan akal sehat dan insting politiknya. Di mana, perolehan suara di voting putaran I menjadi salah satu patokannya.

Jarak perolehan suara antara dirinya dengan Setnov, sapaan Setya Novanto yang menjadi saingan berat, sangatlah jauh yakni 104 suara. Kalau Akom nekat masuk putaran II, bisa malah babak belur.

Apalagi Aziz Syamsuddin yang menjadi juara ketiga dengan 48 suara, memilih gabung dengan Setnov. Urusan gizi untuk menyedot dukungan dari DPD bukan masalah bagi Setnov. Ditambah dukungan dari Istana (baca Joko Widodo), makin membuat Akom terjepit.

Okelah, itu soal konstealasi politik yang masih memungkinkan untuk berubah, meski sulit. Namun, ada hal lain yang bikin galau Akom. Ingat, Golkar yang merupakan parpol yang lahir dan dibesarkan oleh kekuasaan ini, baru saja lepas dari prahara.

Artinya, jangan sampai bibit-bibit permusuhan kembali membara hanya lantaran ambisi politik. Potensi terjadinya eskalasi politik di internal, sebaiknya dihindari. Kalau tidak, Beringin bakal menjadi parpol bonsai atau medioker.

Selain itu, bila Akom ngotot maju ke putaran kedua melawan Setnov dan kalah. Maka, resiko politiknya cukup berat. Kemungkinan Akom bakal terpental dari kursi Ketua DPR, sangat terbuka. Tentunya, peristiwa ini bisa berbuntut panjang dan menguras energi Golkar.

Kalau soal pecahnya Golkar, memang bukan rahasia lagi karena buktinya sudah ada. Untuk sementara, ada tiga parpol sempalan Golkar yang eksis yakni Gerindra, Hanura dan Nasdem.

Mantan Ketua Umum Golkar yang juga tokoh senior HMI, Akbar Tandjung memberi banyak masukan. Sarannya, Ade memberikan kesempatan kepada Setnov. "Sebelum mundur, kita sempat berdiskusi panjang. Kita sangat mengapresiasi keputusan Ade Komarudin. Itu sikap negarawan, perlu dicontoh kader lain. Bahwa, masa depan Golkar harus tetap dijaga," papar Akbar.

Akbar bilang, Ade sebaiknya fokus menjalankan tugas sebagai ketua DPR. Apalagi, perkembangan politik di Munaslub Partai Golkar, menyulitkan peluang Ade untuk menang. "Dari matematis politik, peluang Ade sulit. Jadi, saya sarankan untuk memilih fokus di DPR, berikan kesempatan Setnov memipin Golkar. Syukur Ade terlihat sangat legowo," papar Akbar.

Di kalangan politisi, Ade yang dijuluki Koboi Senayan ini dikenal patuh dan loyal kepada senior. Apalagi kalau yang bicara sekelas Akbar Tandjung atau ARB, sapaan Aburizal Bakrie.

Sebaliknya, lantaran sikap inilah, banyak senior Golkar dan HMI yang kesengsem dengan Akom. Termasuk Wapres JK yang menyokongnya maju menjadi Golkar-1. Hanya saja, peruntungan Alumni IAIN Jakarta (Sekarang, UIN Syarief Hidayatullah) ini bukan sekarang.

Pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya menyebut Ade Komarudin sebagai bintang dalam Munaslub Partai Golkar di Bali. Lantaran, politik kompromi yang dipilih Akom bertujuan mulia, menyelamatkan Golkar dari perpecahan. "Di sini jelas Akom yang jadi bintang bukan Novanto," tegas Yunarto.

Kata Yunarto, Akom belajar dari pengalaman Munas Golkar di 2004 yang melahirkan Gerindra dan Hanura. Serta Munas 2010 yang mendorong Surya Paloh cabut dan membidani lahirnya Partai Nasdem.

Sementara, mantan Ketum Golkar Aburizal Bakrie yang didaulat menjabat Ketua Dewan Pembina Partai, mengingatkan, sebagai partai modern, regenerasi di tubuh Golkar haruslah berjalan.

"Setiap waktu ada orangnya, dan setiap orang ada waktunya. Regenerasi kepemimpinan adalah sebuah keniscayaan," pungkas ARB.(inilah.com/rt)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER