Kanal

Cukai Naik Setiap Tahun, Efektif Turunkan Jumlah Perokok?

JAKARTA, Riiautribune.com - Tarif cukai rokok atau Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk 2022 masih menunggu keputusan pemerintah. Tetapi jika melihat ke belakang, biasanya setiap tahun naik dengan alasan untuk mengurangi tingkat konsumsi atau prevalensi rokok pada usia dini.

Bagaimana faktanya? Hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB-UB) menunjukkan kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok. Pasalnya kenaikan harga bukanlah faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok.

"Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah/terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Candra Fajri Ananda dalam keterangan tertulis dikutip detikcom, Minggu (26/9/2021).

Merujuk hasil kajian terkait, pola perilaku konsumen produk industri hasil tembakau (IHT) menunjukkan sebagian besar (58,3%) perokok usia dewasa telah mengkonsumsi rokok dalam periode yang lama, yakni lebih dari 6 tahun. Di samping itu, para perokok tersebut juga telah memulai konsumsi rokok sejak usia dini (usia 10-17 tahun).

"Kebiasaan merokok menjadi alasan utama seseorang tetap merokok di usia dewasa (≥ 18 tahun). Hasil survey juga menunjukkan bahwa 86,5% perokok tidak akan berhenti merokok meskipun harga rokok naik," tuturnya.

Hal itu terjadi karena merokok telah menjadi kebiasaan bagi 76,4% responden dengan periode merokok >6 tahun, dan merokok dibutuhkan untuk mengatasi tekanan psikologis (stress) bagi 9,6% perokok di Indonesia.

Hasil statistik dengan merujuk survei di lapangan terhadap 1.050 responden, menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi rokok di usia dewasa di antaranya (1) tingkat kebiasaan; (2) pengaruh teman/lingkungan sekitar rumah; dan (3) tekanan psikologis (stres).

"Hasil analisis statistik kami menunjukkan bahwa ternyata harga rokok tidak efektif menyebabkan seseorang berhenti merokok. Begitu juga iklan dan lingkungan keluarga," tuturnya.

Oleh karena itu, pemerintah diminta mengambil jalan lain untuk menekan prevalensi merokok. Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan meminta pemerintah tidak menaikkan cukai hasil tembakau pada 2022.

"Di antaranya melalui optimalisasi program penyuluhan/sosialisasi di tingkat desa dan di lingkungan pendidikan melalui posyandu, PKK, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lingkungan pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK tentang dampak mengkonsumsi produk IHT terhadap kesehatan," terangnya.

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER