Kanal

Margarito: Hak Prerogatif Presiden Juga Ada Batasnya

PEKANBARU-riautribune: Hak prerogatif seorang presiden juga mempunyai batasan-batasannya. Seorang peneliti hukum, penstudi hukum hendaknya jeli melihat hal itu, jadi tidak serta merta melakukan sebuah kesimpulan akhir yang dapat membuat ambigu publik. Demikian diungkapkan pakar hukum tata usaha negara Dr. Margarito Kamis, SH, MH dihadapan peserta kuliah umum Fakultas Hukum UR, Selasa (1/12)

“Kita contohkan satu, saat kasus pergantian Kapolri yang isunya Budi Gunawan akan menjadi calon. Pada saat itu, saya menilai bukan hak prerogatif presiden yang berjalan, akan tetapi justru fenomena prevensial previllage.(hak kesewenang-wenangan, red), jadi ada pergeseran. Perlu diingat, hak prerogatif presiden dibatasi oleh aturan, seperti pada kasus itu, ada UU Kepolisian, ada aturan jenjang Kepangkatanan, ada aturan jenjang karir.” ucap anak didik Prof. Jimly Assidiqi ini.

Kepada para mahasiswa, Dr. Margarito menuturkan bahwa seorang penstudi ilmu hukum harus terlebih dahulu memperdalam keilmuannya terutama dalam hal logika berpikir.”Bagaimana pun nanti analisa hukum yang dihasilkan, hasilnya bersumber dari logika yang benar. Soal teori ataupun penjelasan, itu banyak ilmunya dalam buku, tetapi bagaimana kemudian anda menganalisa sebuah persoalan hukum, maka anda harus duduk dalam hal logika berpikir,” ucap Margarito ketika diwawancarai wartawan.

Sementara itu disela-sela bincang dengan pakar hukum tata usaha negara ini, ketika ditanyakan perihal fenomena Pilkada di daerah yang nantinya juga memerlukan pakar-pakar hukum dalam sengketa yang muncul, Margarito menuturkan saatnya akademisi di daerah untuk terus menggali keilmuannya. Margarito yakin, Universitas Riau memiliki kompetensi itu. “Mengasahnya bisa dilakukan melalui kajian-kajian dan diskusi ilmiah. Jangan lupa untuk terus menambah referensi terbaru. Saya juga tadi ceritakan bagaimana kemudian kami melakukan kajian terhadap pelanggaran negara dimana perpanjangan masa jabatan Hendarman Supanji, itu juga tidak lepas dari diskusi-diskusi kami ketika itu,” ucapnya.

Margarito juga menitipkan pesan, persoalan Pilkada di daerah hendaknya jangan sampai masuk dalam wilayah multitafsir yang akhirnya melahirkan analisa hukum yang salah. “Kita ingin penegakkan hukum yang benar, bukan hukum yang dipolitisir. Ini yang harus dianalisa oleh kita semua,” tegas Margarito. (yas)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER