Kanal

Dari Bogor ke Putrajaya: Membangun Strategic Trust di APEC

Oleh: Andre Omer Siregar

 

Tahun 2020 merupakan tahun yang sangat krusial bagi APEC. Tidak hanya capaian selama seperempat abad kita rayakan melalui impelementasi free and open trade of Bogor Goals, tapi kita dihadapkan dengan sebuah persimpangan; mengakui adanya persaingan antara kekuatan besar atau melakukan kolaborasi dalam menghadapi pandemi COVID-19 – bersama.

 

Ketika Indonesia dan Pemimpin APEC lainya menyerukan Bogor Goals pada 16 November 1994 silam, Bogor Goals menjadi harapan untuk menyatukan aspirasi dari masyarakat baik pada ekonomi berkembang dan ekonomi maju. Bogor Goals diajukan untuk menghadapi tantangan pada saat itu: globalisasi. Tujuan itu ditargetkan selesai pada tahun 2020.

 

Sejak lahirnya Bogor Goals, ekonomi APEC telah menikmati kemajuan yang baik dalam peningkatan perdagangan dan investasi, sekaligus mengurangi kemiskinan.

 

Total perdagangan barang di APEC meningkat hampir empat kali lipat antara tahun 1994 hingga 2019 dari USD 4.1 Triliun menjadi USD 19 Triliun, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6.7% per tahun. Terdapat tren di antara ekonomi APEC untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja. Selain itu terdapat tren penurunan angka kemiskinan di APEC dengan menurunnya jumlah orang miskin dari 1.4 milyar pada 1994 menjadi 240.4 juta pada 2018.

 

Melalui komitmen yang ada pada Bogor Goals, anggota APEC mengakui bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang sukses dari ekonomi mereka bergantung pada keterbukaan dan stabilitas global serta pasar regional.

 

Namun, selama beberapa tahun ke belakang sebagian negara anggota telah menggunakan APEC bukan sebagai mesin pertumbuhan bersama, melainkan untuk proyeksi kekuatan dan kepentingan tertentu sehingga mengalihkan arah kerja sama di APEC. Bukannya bergerak secara serempak menuju level yang lebih tinggi pada kerja sama dan pertumbuhan ekonomi regional, perbedaan pandangan telah menghambat kolaborasi yang lebih dalam dan memberikan pesan yang tidak jelas kepada dunia. Meningkatnya tensi dan perselisihan antara negara ber-ekonomi besar telah bertentangan dengan semangat APEC.

 

APEC perlu kembali pada “rasion-d’etre”: sebagai forum utama kerja sama Asia-Pasifik. Sangatlah penting untuk tidak hanya bertahan dari tantangan global, tapi juga memimpin jalan untuk pemulihan global.

 

Melalui KTT virtual pertama kali yang diketuai oleh tuan rumah Malaysia, Pemimpin APEC telah menginisiasi visi baru untuk tahun 2040 yang dibangun berdasarkan semangat Bogor. Putrajaya Vision akan menjadi kompas baru untuk 20 tahun ke depan. Hal ini menandakan momentum untuk memperkuat kepercayaan strategis dalam mencapai komunitas Asia Pasifik yang terbuka, dinamis, tangguh, dan damai pada tahun 2040, untuk kesejahteraan masyarakat.

Sebagai forum utama di Asia-Pasifik, APEC harus sekali lagi memberi loncatan dalam perkembangan. Bukan hanya loncatan dalam mengatasi pandemi. Atau hanya jump-start dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi setelah gelombang resesi.

APEC harus memberi loncatan ke depan untuk mendirikan new normal untuk pertumbuhan regional, di bawah kesempatan yang kian berkembang dari penguatan sistem perdagangan multilateral, konektivitas yang lebih baik, ekonomi digital, dan perkembangan berkelanjutan. Dunia dengan pertumbuhan yang berkualitas dimana UMKM, pengusaha wanita, dan pelaku ekonomi di pedalaman dapat mengambil manfaat dari APEC yang lebih terkait satu sama lain.

Sebagaimana Presiden Joko Widodo sampaikan saat APEC CEO Dialogue dan KTT, Indonesia akan terus mendambakan pertumbuhan yang berkualitas dalam APEC dan terus mendorong win-win solutions, hasil nyata, dan kerja sama yang saling menguntungkan melalui forum utama ini. Dalam perannya, Indonesia akan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif melalui pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law, sebagai bagian dari reformasi struktural yang diperlukan untuk menciptakan industri yang kompetitif.

 

Loncatan ini sangatlah penting untuk memberdayakan kalangan pemuda dan generasi milenial Indonesia, untuk menjadi pemimpin pada tahun 2040.

 

Seiring dengan waktu berjalan untuk mencapai tujuan Putrajaya Vision, Indonesia berencana untuk berdiri dengan sesama anggota APEC dan masyarakatnya untuk mengapresiasi kesejahteraan bersama yang telah diberikan oleh visi tersebut kepada kawasan.

Dengan manfaat yang kita peroleh melalui cerminan ke belakang, kami berharap untuk melihat kembali kepercayaan strategis yang diperlukan dalam membangun kawasan Asia-Pasifik saat ini sesuai dengan masa depan yang kita inginkan, dimulai dari visi di Bogor pada tahun 1994 dan ditutup dengan Putrajaya pada tahun 2040. (..)

 

 

 

*Penulis merupakan pejabat resmi Kementerian Luar Negeri yang terlibat pada proses APEC.

 

 

 

Disclaimer: Pandangan yang diekspresikan pada artikel ini adalah pandangan pribadi dan tidak semata-mata merefleksikan posisi resmi dari institusi atau pemerintahan Indonesia.

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER